The Simple Note

Stars Are Blind Heartbeat High Off My Love

Paris Whitney Hilton
Paris Whitney Hilton

Paris Whitney Hilton adalah orang yang lahir dengan ketakberuntungan. Kalau kita membahas soal nama, ia adalah orang yang tak beruntung mendapatkan nama yang disandangkan padanya. Nama depan sekaligus sapaannya, Paris, sudah jauh-jauh hari menjadi nama kota yang sangat populer dan ibu kota negara Prancis. Siapa orang yang tak kenal Eiffel yang menjadi maskot kota Paris?
Menara Eiffel [Sumber: hrhwalls.com]
Hilton, nama belakang yang diturunkan dari keluarganya, juga tak mengenakkan. Hilton sudah terlanjur menjadi brand sendiri sesudah buyut Paris, Conrad Nicholson Hilton membangun rantai hotel papan atas dunia.
Conrad Hilton di kantornya 1950-an [Sumber: hosttotheworld.com]
Whitney sendiri, nama tengah yang jarang digaungkan seperti kebiasaan orang Amerika Serikat, sudah terkenal lebih dulu sebelum Paris Hilton dilahirkan. Nama Whitney lebih dikenal merujuk pada sosok Whitney Elizabeth Houston, artis legendaris yang meninggal beberapa tahun silam.
Whitney Elizabeth Houston [Sumber: fanpop.com]
Dari garis keturunan pun Paris Hilton tak mujur-mujur amat. Ia lahir dari keluarga kaya raya. Keberhasilan buyutnya dalam berwiraswasta menjadikan keluarga Hilton hidup di atas garis sejahtera. Tak sulit bagi keluarga Hilton untuk piknik ke beragam tempat ke luar negeri. Selain banyak negeri sudah ditanami rantai hotel yang mereka miliki sehingga bisa menjadi tempat istirahat gratis, biaya perjalanan pun tak membikin mereka sekarat.
Hotel Hilton di Afrika [Sumber: naija247news.com]
Semuanya menjadikan Paris Whitney Hilton lahir di bawah bayang-bayang kebesaran yang sudah lebih dulu ada daripada ia sendiri. Perlu perjuangan sungguh-sungguh agar ia bisa hidup dan dikenal sebagai Paris Whitney Hilton. Bukan lagi bagian dari keluarga Hilton, bukan lagi orang yang sekedar ngalap berkah pada kata Paris, Whitney, dan Hilton.

Walau kini orang bisa melihat dan mengenal Paris Hilton sebagai Paris Hilton, walakin tetap masih saja ada orang yang mencibir ia mujur lahir dari keluarga Hilton. Wajarlah, mata yang penuh kecewa hanya akan memandang segala yang nista. Wajar juga jika saya yang memiliki personalitas sebagai penggemar Paris Hilton ini tampak nyaris mengabaikan sisi suram darinya. Mata yang penuh cinta akan tumpul dari segala cela.

Saya lupa bagaimana awal mula bisa gandrung dengan sosok Paris Hilton. Yang jelas, Paris lebih dulu saya suka daripada Maria Sharapova namun sesudah Valentino Rossi. Kalau saya bisa gandrung pada Valentino Rossi, masih bisa dicari asal usulnya, misalnya kenyataan bahwa saya dibesarkan di lingkungan yang larut dalam balap motor. Atau bisa gandrung pada Britney Spears walau mulanya demen mendengarkan suaranya Avril, bisa diingat kembali kalau saya dulu mulai suka sejak lagu Toxic yang sempat salah sebut bahwa lagu itu dinyanyikan Beyoncé Knowles.

Valentino Rossi & Paris Hilton di Catalan Grand Prix 2011 (Copyright Reygondeau/Good-Shoot/FIM)
[Sumber: motogp.com]
Bisa jadi mulanya ketika menikmati infotainment malam yang kerap disimak di televisi. Saat saya kecil, infotainment malam banyak dihiasi wajah-wajah populer ras bule. Dari Michael Jackson, Victoria Adams, Madonna, Jennifer Lopez, hingga Paris. Paris menyihir saya dengan berita-berita negatifnya serta wajah imutnya. Anyway, sosok bengal ibarat sudah menjadi proto-type orang-orang yang saya gandurngi.


Paris & Orangtuanya, Rick dan Kathy, dalam premiere Paris, Not France
[Sumber: glamourmagazine.co.uk]
Paris Whitney Hilton lahir di New York City pada 17 Februari 1981. Ia lahir dari Rahim Kathy Richards, aktris anak-anak dan saudara dari bintang Beverly Hills Kyle dan Kim Richards, hasil dari benih yang ditanamkan Richard Hilton, anak dari William Barron Hilton yang notabene adalah anak dan pewaris Conrad Hilton.
Pemandangan New York City tahun 1981 [Sumber: wikipedia.org]
Sepanjang masa kecilnya, Paris hidup bolak-balik antara California dan Manhattan. Ia tak mengalami nasib seperti Sherina dalam drama Petualangan Sherina ketika terpaksa pindah ke Bandung sesudah bapaknya mendapat pekerjaan di kota kembang. Kini Paris memiliki rumah di dua tempat tersebut. Hanya saja tempat tinggalnya di Manhattan cenderung menjadi ‘museum’ Paris sebagai ikon Amerika Serikat ketimbang rumah pribadi. Di dinding apartemen ‘museum’ tersebut, ditaruh foto paparazzi serta beberapa lukisan tentang Paris. Botol parfumnya sendiri ditata di rak, dilengkapi dengan beragam barang lainnya terkait Paris menghiasi ruangan tersebut. Wajar-wajar saja baginya.
Rumah Paris Hilton di Manhattan 2009 [Sumber: variety.com]
Paris memang terlahir untuk menjadi sebuah brand. Bahkan tanpa brand Paris Hilton pun ia sudah dibayangi brand Hilton. Walau begitu, sejak kecil Paris dididik dengan keras agar tak ‘makan’ uang keluarganya. Mereka ingin anak-anaknya bisa hidup mandiri sejak dini. “Aku mendapat banyak tekanan untuk ingin berbuat lebih besar, agar keluargaku bangga padaku, dan agar aku menjadi diriku sendiri,” ungkapnya pada satu saat. Dari hal ini Paris malah cenderung melihat sosok bapak dan kakeknya sebagai mentor alih-alih bagian keluarga.

“Ia selalu tertarik dengan perusahaan ayah dan cara kerjanya,” ungkap Nicky Olivia Hilton, adiknya yang kini sedang hamil pertama dengan sandang nama Nicky Rothschild. Nicky ingat Paris kerap nginthili bapaknya ketika bekerja, terutama di perusahaannya Hilton & Hyland. Paris muda, menurut Nicky, tampak sangat berbeda daripada Paris sekarang. Nicky menjelaskan kalau Paris sangat tomboi dan jauh dari kesan feminin. Paris benci warna pink.
Nicky Olivia (berdiri) & Paris Whitney (duduk) [Sumber: fanpop.com]
Paris kecil juga berhasrat untuk menjadi seorang dokter hewan. Hingga sesudah sekolah di Los Angeles, Paris gemar bermain dengan beragam hewan peliharaannya: reptil, anjing, hingga musang. Nicole Vorias, produser di musim pertama The Simple Life, mengenang Paris kerap bercerita hewan peliharaannya. “Ia memiliki ular, kura-kura, tikus, dan segala macam hewan lainnya,” kenang Nicole, “Ia seperti Michael Jackson.”
 
Keluarga Paris bersama Michael Jackson [Sumber: home.mj-upbeat.com]
Meski tomboi, tapi untuk keperluan membeli hewan peliharaan, Paris bertingkah sangat manja dengan menirukan suara bayi biar dibelikan bapaknya. “Suara bayi berkembang ketika aku sangat muda, ketika masih balita atau anak-anak,” kata Paris. “Kalau aku ingin mendapatkan sesuatu dari ayahku, aku akan mengatakan seperti, ‘Ayah, aku sangat ingin ini!’ dengan suara bayi.” “Suaranya mendadak manis dan manja ketika ia menginginkan sesuatu,” kenang Nicky.

Richard,  bapaknya, mulai menyadari kelakuan Paris ini dan berhenti membelikannya hewan peliharaan. Sejak saat itu, Paris mulai menabung untuk membeli hewan peliharaan dengan uangnya sendiri. Orangtuanya membelikan rumah yang semula milik bintang Charlie’s Angel, Jacqueline Smith, di Bel Air. Rumah tersebut dilengkapi listrik dan air.

Di sana, Paris bisa tinggal bersama hewan peliharaan kesukaannya. Nicky mengenang saat-saat Paris hidup di rumah tersebut. Ia hidup bersama chinchilla, tikus, mencit, marmut, bahkan kambing. Cuma kambing ditaruh di tempat yang agak jauh yang orangtuanya mengunjunginya jarang pergi ke sana, jadi aman disembunyikan. Kini, rumah tersebut menjadi inspirasi bagi Paris untuk membangun rumah anjing di halaman belakang rumahnya yang di Beverly Hills.

Ketika remaja, Paris tinggal di California sedangkan Nicky tinggal di Manhattan. Ketika Nicky mengunjungi Paris, ia mulai menemukan Paris remaja tampak sangat berbeda dengan Paris anak-anak. Nicky mengungkapkan kakanya kemudian menjadi gadis California, “ceria, cerah, dan pirang.”

Dalam salah satu kunjungannya, Nicky mengenang, Paris ingin membawanya ke klub. Namun Nicky khawatir penjaga akan menolaknya lantaran ia masih di bawah umur. Nicky kemudian mengenang saat itu ia didandani Paris. Garis matanya diberi eyeliner hitam, rokok yang tak dinyalakan ditaruh di tangan, dan dilengkapi asesoris kaca mata. “Jangan bicara,” kata Nicky menirukan Paris, “Berdiri saja di sana dan pura-pura merokok, dan kamu akan terlihat lebih tua.”

Paris mulai belajar untuk bertingkah dengan karakter yang berbeda dari aslinya dalam situasi tertentu. Hal ini ia lakukan untuk mendapatkan ‘sesuatu’ dari lelaki. Salah satu caranya ialah bertingkah lazimnya perempuan. Paris banyak mempelajari karakteristik feminintas seperti ditulis eksistensialis Perancis, Simone de Beauvoir, dan kemudian berperilaku feminin. Pementasan gender ini, seperti disebut oleh teoretis feminis Judith Butler, selama bertahun-tahun berhasil membikin lelaki untuk memberikan apa yang perempuan inginkan.

“Aku menyadari ini ketika muda,” terang Paris, “kalau pacarku marah padaku saat itu, aku minta maaf dengan menirukan suara bayi, lalu ia memaafkanku.”

Walau penampilan dan jam malam sudah berubah, Nicky mengatakan kalau kepribadian Paris tak jauh beda. Ketika Paris kembali ke New York City, Manhattan, untuk sekolah menengah, perilaku Paris masih biasa. Ia gemar dengan hewan peliharaan bahkan sesekali waktu dibawanya ke sekolah. Hal ini pernah dilakukannya dengan sahabatnya, Casey Johnson (pewaris Johnson & Johnson). Saat itu mereka membawa musang ke sekolah dengan dimasukkan ransel. Ia hanya menggunakan suara bayi kalau sedang butuh sesuatu saja. Satu-satunya perbedaan kentara adalah sisi feminin Paris mulai mengimbangi sisi maskulinnya dan ia gemar bermain ke klub malam.

“Aku bertindak seperti anak-anak kadang-kadang saja,” jelas Paris, “cuma fantasi.”

Fantasi yang seakan menjadi kebutuhan masyarakat urban mulai menginvasi kehidupan Paris. Tahun 1999, New York Post mulai tertarik dengan pesona kehidupan malam dari Paris dan Nicky. Dalam salah satu artikel di tabloid tersebut, diulas ringkas tentang Paris sebagai gadis pewaris Hilton paling menarik.

Dalam artikel New York Post yang terbit tahun 15 Oktober 2000, Paris disebut sebagai model paruh waktu dengan gaya berbusaha celana mengkilap. Sementara Nicky disebut sebagai remaja 16 tahun yang terlihat seperti perempuan 30 tahun yang gemar terlihat minum sampanye dan merokok di klub malam.

Paris dan Nicky kemudian berpose di majalah Vanity Fair dengan hasil pemotretan dari David LaChapelle pada September 2000. Nicky mengenakan gaun hitam-putih dan Paris mengenakan celana pendek dan jaket perak tanpa bagian atas. Media massa kembali menginvasi dengan menulis tentang Paris sebanyak Sembilan kali sepanjang 1999 hingga 2000 dan menerbitkan tujuh belas kisah tentang Paris pada tahun 2001.

Paris & Nicky di majalah Vanity Fair edisi September 2000 (photo by David LaChapelle)
[Sumber: hasil pemindaian kertas majalah Vanity Fair]
Dalam salah satu artikel, Paris digambarkan sebagai perempuan nakal, bodoh, dan vulgar. Ia dianggap tak memiliki rasa hormat dan mempermalukan nama baik keluarganya dengan beragam tindakannya. Hanya saja dari sini, tiga tahun sebelum debut penayangan The Simple Life, Paris tahu bagaimana memanfaatkan sisi femininnya sebagai peluang bisnis.

Peluang ini benar-benar dimanfaatkan Paris. Ia perlahan malar menjadi pemeran utama dalam tabloid lokal. Semua orang berbicara tentang dirinya hingga ingin Paris dan Nicky datang ke pesta mereka. Promotor pesta bahkan mulai berani membayar penampilan Paris dan Nicky. Nicky sempat bingung dengan hal ini. “Kami tak bisa percaya saja,” ungkap Nicky, “kami bingung tak tahu apa yang harus kami lakukan. Tapi mereka membayar kami hanya untuk terlibat dalam pesta mereka. Fuck yeah.”

Ketika Paris kembali ke Los Angeles sesudah lulus sekolah menengah, ia berencana menggunakan pesonanya untuk mengambil alih perhatian Hollywood dan media nasional. ”Paris tahu apa yang ia lakukan," kata Vorias.

Vorias berjumpa Paris ketika ia menjadi eksekutif pengembangan di sebuah perusahaan. Pada saat itu, Paris telah membinangtangi beberapa film. Pada tahun 2003, FOX Broadcasting Company memberikan tawaran pada Paris untuk membintangi versi reality televisi dari sitcom (komedi situasi) Green Acress. Paris menerima tawaran tersebut untuk membintangi musim pertama. Bunim/Murray Productions, perusahaan produksi bagian dari The Real World menjadi produser pelaksana acara tersebut.
 

Paris menggendong Tinkerbell dan Nicole dalam The Simple Life
[Sumber: glamourmagazine.co.uk]
Sejujurnya, Paris, manajemennya, maupun FOX tak terlampau berekspektasi dengan keberhasilan The Simple Life. Saat itu Survivor baru saja menjadi seri megahit reality series di beberapa jaringan televisi. Walau The Real World sudah menguasai MTV lebih dari satu dekade, walakin acara berbau reality belum terlampau populer di Amerika Serikat. Namun bagaimanapun juga, Paris tahu diri ia bisa menggunakan program tersebut sebagai batu loncatan karirnya sekaligus mulai lepas dari bayang-bayang keluarga.

Paris bisa mengarahkan dirinya sendiri. Saat itu ia juga menyusun kalimat, Paris talk and the ditziness yang kemudian menjadi satu ungkapan terkenal. Paris bisa mengarahkan dirinya sendiri pada jalan yang ia lalui untuk menjadikannya sebagai ‘sesuatu’. Ia memanfaatkan ‘suara bayi’-nya untuk menjadi satu pementasan untuk umum melalui tayangan The Simple Life. Siapapun jika bisa meniru The Simple Life dalam kehidupan nyata, akan menjadi luar biasa.

Di awal karirnya, Paris mencitrakan dirinya sebagai sosok hyper-feminin. Ia memahami bahwa kata, selain memiliki makna, memiliki nuansa, seperti, “That’s hot”. Hanya saja banyak orang terlampau berpikiran cemar dengan citra hyper-feminin seperti dipentaskan Paris.

Meskipun The Simple Life di-set-up sebagai tayangan reality untuk mengambil alih perhatian jaringan televisi dan tabloid, namun program ini berbeda dari kebanyakan reality show. Misalnya set-up Keeping Up yang dibintangi oleg Kardashian dan Kendra, menggunakan alur cerita eksploitasi tabloid bintang untuk menunjukkan mereka adalah sosok papan atas, The Simple Life justru di-set-up untuk menunjukkan Paris bertingkah tolol. Jika Keeping Up adalah tayangan tentang pengaruh ketenaran terhadap keluarga, The Simple Life adalah tayangan tentang pertentangan kelas sosial.
Keeping Up with the Kardashians season 1 [Sumber: vulture.com]
Paris gemar beganti penampilan. Mulai dari gadis party yang sexy hingga mamah muda yang anggun. Ketika ia berada di Ibiza, ia kerap berpenampilan laiknya Barbie. Tapi ketika berada dalam acara amal, ia tampil dengan gaun tertutup. Tergantung situasinya saja. Ia memahami kepantasan penampilan, di ranah privat maupun di ranah publik.

Ia tak mempraktikkan fantasi memanipulasi suaranya menjadi ‘suara bayi’ ketika berada di tempat umum namun kerap kali menggunakannya ketika di rumah atau bersama teman-temannya. Sebagian orang bisa saja menganggap Paris sebagai orang paling tolol di Planet Bumi, sah-sah saja lah.
Paris dalam salah satu klub malam [Sumber: musictimes.com]
Ikon Amerika Serikat sebelum Paris juga gemar memanipulasi suara mereka. Contoh paling bagus adalah Michael Jackson. Ia berhasil memanipulasi suaranya hingga terdengar khas ketika sedang mentas. Sementara untuk kesehariannya, suaranya bisa menjadi amat berbeda. Bedanya kalau Michael Jackson melakukannya kemudian menjadi The King sejak zaman Reagen, Paris melakukannya kemudian menjadi The Queen sejak zaman Bush Jr.

Tiga belas juta penonton menyaksikan tayangan The Simple Life pada Desember 2003. Sebagai perbandingan, jumlah penonton terbanyak untuk episode Keeping Up hanyalah 4,8 juta saja. “It's nice to inspire people,” ungkap Paris pada Yahoo Style ketika ditanya tentang Kim Kardashian.

Pada tahun 2004, Paris menjadi orang paling di-Googling –gelar yang baru dimiliki oleh Michael Jackson, Britney Spears, Miley Cyrus, Jennifer Lawrence, dan Kim Kardashian. Ia mulai menjual parfum dengan brand-nya, serta merambah ranah rekaman. Album PARIS menjadi album studio pertamanya dengan Stars are Blind menjadi debut single-nya. Pada saat perempuan seusianya sibuk mencari atau menanti pinangan suami atau hidup dari kekayaan keluarga, Paris fokus pada pekerjaan dan mulai membangun kerajaan bisnisnya sendiri.
Sampul album PARIS [Source: thejewelwickershow.com]
“Aku selalu bahagia ketika bisa mendapatkan yang kuinginkan,” ungkap Paris. “Aku tak berpikir aku bisa merasa bahagia ketika hanya menerima segalanya dari keluarga. Kamu tak boleh merasa seperti sudah bekerja ketika mendapatkan dari keluarga, dan jangan pernah merasa hal itu baik dilakukan.”

Paris berhasil dengan kecerdasannya dalam memanipulasi suara. Suara bisa menjadi perantara untuk memahami kepirbadian seseorang. Ketika kita mendengarkan suara Avril Lavigne dalam Sk8er Boi, kita seakan terbujuk untuk menyebut kalau Avril adalah seorang yang baddas. Atau suara Britney Spears dalam Toxic yang merangsang untuk menyebutnya perempuan penggoda. Suara bayi sendiri terkesan muda, polos, dan halus. Hampir semua orang menyukai bayi bukan?

Paris Hilton, di awal karirnya, karib dengan sebutan sampah. Banyak warga Los Angeles mengernitkan dahi menyaksikan karakter Paris yang tampaknya hanya memanfaatkan ketenaran nama dan gelimangan harta. The Simple Life, di satu sisi menjadi batu loncatannya untuk mewujudkan impiannya untuk membanggakan sekaligus lepas dari bayang-bayang nama besar keluarganya. Di sisi lain, The Simple Life mencederai nama baiknya.

Sesudah The Simple Life menjadi hit, banyak orang tak ingin bekerja dengan Paris. Paris, selain menerima stigma sebagai sampah, juga bisa membikin orang lain seolah menjadi sampah. Ia laiknya air keruh yang ketika setetes saja mencampuri air bening, air bening itu tak lagi bening. Lindsay Lohan, selebritis papan atas kala itu, sempat mengalaminya. Ketika ia kedapatan berpesta bersama Paris, sontak ia menerima hantaman telak.

“Lindsay [Lohan] sudah berada di papan atas, dan sepertinya ia sedang berjuang untuk jatuh ke dalam jurang,” ungkap salah seorang sumber kepada majalah Vanity Fair ketika Nancy Jo Sales hendak menulis profil Lindsay. Nancy jugalah orang yang menulis profil Paris untuk majalah tersebut pada tahun 2000.
Britney Spears, Paris Hilton, dan Lindsay Lohan di Hollywood [Sumber: zimbio.com]
Meski mendapat anggapan tak mengenakkan perasaan, Paris tetap bertahan. Kehadiran Paris di tengah dunia selebritis mengoyak anggapan mengenai ‘papan atas’. Keberhasilan The Simple Life membikin beberapa orang terabaikan bergairah kembali ke permukaan. Mereka ingin bertemu dengan Paris, bekerja sama dengannya, dan berkembang bersama-sama. Saat sebagian orang melihat Paris dengan rasa tak senang, sebagian orang melihat bahwa Paris datang membawa peluang.

Vorias menjadi salah satu orang yang bahagia akan kedatangan Paris. Ia merasakan dampak dahsyatnya. Jika sebelumnya ia harus bersusah payah mencari orang untuk bekerja sama dengannya, sesudah bersama Paris, ia justru kerap diajak kerja sama orang lain. Banyak orang datang membawa gagasan mengunjunginya secara berantai.

Tayangan The Simple Life menjadi pemantik program reality show yang muncul belakangan. Mulai dari The Hills, Real Housewives, Moms Dance, hingga Honey Boo Boo, adalah beberapa contohnya. Paris seakan menikam jejak Oprah Winfrey yang memantik semangat untuk merancang acara talk show. Paris membentuk sebuah ‘image’ yang memengaruhi dunia hiburan melalui tayangan The Simple Life. ‘Image’ tak sekedar merek dagang, desain, slogan, atau gambar yang mudah diingat belaka. ‘Image’ adalah sesuatu yang sengaja dibentuk untuk mengikat yang di-‘image’-kan dengan sasarannya.

Paris pintar memanfaatkan setiap keadaan yang terjadi padanya untuk membentuk ‘image’-nya. Misalnya dalam satu peristiwa ketika ia sedang jalan-jalan di Robertson Boulevard. Beberapa orang datang melemparinya dengan beragam pertanyaan yang hampir semuanya tak digubris Paris hingga ia mendengar satu pertanyaan yang ‘bagus’ untuk dijawab.
“Siapa nama anjingmu?” Tanya salah seorang.
Paris lalu tersenyum, menarik nafas sejenak, dan dengan nyelekit-nya ia menirukan suara bayi untuk menjawab pertanyaan itu dengan, “Marilyn Monroe.”
Selanjutnya, ia hanya diam saja. Ia melanjutkan berbelanja, jalan-jalan, dan bertingkah jual mahal pada fans. Setelah berhenti sejenak untuk di-jeprat-jepret, ia bergegas masuk ke dalam mobil kemudian memutar Piece of Me-nya Britney Spears dengan suara kencang. Dan pergi begitu saja …
Paris menjadi terkenal dengan gaya berbusana mewahnya. Ia adalah salah satu sosok yang memberikan terobosan jitu dalam sejarah Hollywood, namun hanya sedikit orang melihatnya di tahun-tahun awal karirnya. Nancy Jo Sales, melalui bukunya The Bling Ring, memosisikan Paris sebagai simbol individualis yang merusak tatanan sosial sepanjang 2000-an. Ketika orangtua yang kaya raya menghabiskan banyak uang untuk mendongkrak gengsi hingga membiayai pesta ulang tahun anaknya, misalnya.

Tahun 02 November 2007, Newsweek menerbitkan berita utama berjudul Girls Gone Bad: Celebs and Kids. Dalam artikel tersebut, Paris digambarkan sebagai sosok sangat cemar. Artikel itu sendiri mengulas bagaimana anak-anak dibombardir dengan gambar vulgar dan jorok. Kathleen Deveny, penulis artikel tersebut, dengan nuansa paranoid menulis, “Apakah kita membesarkan generasi LA yang oleh ibu-ibu disebut sebagai prosti-tots, gadis-gadis berpakaian seperti kue tar, dan hidup dengan gaya mewah?”

Celaan ini mengabaikan berbagai usaha amal yang dilakukan Paris. Sepanjang karirnya, Paris telah menjadi relawan untuk beberapa badan amal, terutama yang bertujuan membantu perempuan dan anak-anak. Misalnya melalui Paris DJed, ia menyalurkan bantuan untuk anak-anak kurang mampu. Selama tiga tahun ia juga ikut serta dalam India School Project, sebuah organisasi yang menyediakan akses mudah ke sekolah bagi anak-anak dan membiayai program perbedaan perempuan di India.

Paris juga membangun sekolah. Membentuk satu kelompok mandiri dengan merancang ‘program ayam’. Program ini dirancang dengan memberikan modal ayam untuk dikembangbiakkan, lalu dari hasilnya ini digunakan untuk membantu anak-anak maupun memberikan bayaran pada para guru. The Starlight Children's Foundation serta The Make-A-Wish Foundation adalah lembaga lain yang menjadi tempat penyalur jiwa berbagi dan empati yang Paris miliki.

“Aku merasa bahwa hidupku sudah begitu beruntung dan bahagia, sehingga tugasku adalah untuk berbagi dengan sesama,” ungkap Paris. “Aku senang berbagi dan membantu orang lain. Ini adalah satu hal yang memberikan perasaan luar biasa. Tak ada yang lebih berharga daripada membuat perbedaan di dunia ini dengan berbagi kepada yang lebih membutuhkan.”
 
Paris dalam satu kunjungan [Sumber: huffpost.com]
Paris memasuki dunia selebriti sebelum masa media sosial meriak kehidupan. Pada masa untuk bisa menghiasi arena publik masih menjadi hal sulit, ia justru menarik media massa untuk terus mengikutinya. Hal ini membuatnya akrab dengan beragam pujian serta cacian. Walau demikian, segala pujian dan sanjungan tak membuatnya melayang, seperti halnya hinaan dan caci maki tak membuatnya kehilangan nyali.

“Aku tak pernah peduli apa yang orang pikirkan tentangku,” kata Paris. Bagi Paris, caci maki serasa seperti puji, sementara pujian hanya suara sumbang yang sepertinya merdu. Badai yang datang ia hadapi seolah hanya hujan. Terik matahari terasa sejuk saja. Tak ada masalah yang membikinnya depresi dan frustasi seperti pernah dialami Britney Spears. “[Paris] adalah penjebol pakem,” terang Nicky, “ia jarang mengikuti pakem yang berlaku.”

Sikap Paris yang terkesan menjebol pakem lawas ini membikin beberapa pria gay menganggapnya jenius. Banyak kaum homoseksualitas memuji Paris sebagai pelopor yang radikal. Paris dengan perasaan biasa-biasa saja ikut serta dalam pesta mereka di Lower East Side dan Bushwickkeduanya di Manhattan— dengan menjadi DJ. Ia dengan santainya memainkan lagunya Stars are Blind di antara lagu-lagu punk-dance seperti Deceptacon-nya Le Tigre.

Paris melalui masa ketika hidupnya dirisak dengan beragam cacian dan sikap kebencian yang dialamatkan padanya. Ia menjalani hidupnya selepas kepala dua sebagai sosok antagonis bagi kaum ‘moralis’. Paris nyaris lebih karib dengan pandangan negatif alih-alih positif. Walau demikian, keberhasilannya dalam membangun kerajaan bisnis sendiri, hidup sebagai dirinya sendiri, lepas dari bayang-bayang keluarga, adalah fakta bahwa Paris adalah sosok hebat.

Hanya saja untuk urusan asmara, Paris belum menunjukkan tanda-tanda ingin menikah maupun segera memiliki keturunan. Ia sering tertangkap paparazzi kencan dengan beberapa pria terkenal, namun belum sekalipun ia mengumumkan hendak menikah. Bahkan ia rela dilangkahi oleh Nicky dalam hal pernikahan.
Nicky Olivia Hilton dan Todd Andrew Meister [Sumber: bustle.com]
Nicky, adik langsung Paris, telah dua kali menikah. Pertama pada 15 Agustus 2004 dengan Todd Andrew Meister. Hanya saja pernikahan ini kemudian diumumkan batal pada November tahun yang sama. Namun Nicky tak kapok. Ia kini sedang menanti masa pem-brojol-an janin yang dikandungnya. Janin yang merupakan hasil asmaranya dengan suami berikutnya, James Amschel Victor de Rothschild. Pernikahan anggota keluarga Hilton dan Rothschild ini terjadi pada 10 Juli 2015.
 
Nicky Olivia Hilton dan James Amschel Victor de Rothschild [Sumber: zimbio.com]
Keengganannya untuk segera menikah berbanding terbalik dengan Kim Kardashian. Kim, yang pernah menjadi asisten paling taat Paris, segera menikah sejenak setelah menjadi terkenal. Hubungan Paris dan Kim semula sangat erat. Hanya saja secara misterius, keduanya kini dianggap terlibat perang dingin. Sebagian menganggap bahwa Paris jealous saja pada keberhasilan Kim. Hanya saja ungkapan ini rasanya tak memiliki alasan kuat. Bukankah Paris masih merawat hubungan intimnya dengan Britney yang notabene sangat digandrungi banyak orang?
Britney Spears & Paris Hilton [Sumber: instagram.com]
Sebagian orang memuji kelihaian Kim dalam berkarir. Kenyataannya Kim banyak menikam jejak Paris sepanjang berkarir. Rasanya tak ada gunanya membandingkan rekam jejak keduanya secara rinci. Kasihan Kim bukan? Kim boleh saja kini memiliki tingkat keterkenalan yang seolah melampaui Paris. Namun Paris, sejak awal karirnya, sudah memiliki pandangan jauh ke depan. Tanpa melanjutkan penampilannya di dunia hiburan, Paris masih bisa hidup seperti biasanya. Ia berhasil mendirikan toko fesyen, parfum, dan kerap menjadi DJ.
Paris bermanja bersama Kim Kardashian [Sumber: hitfix.com]
“Ia banyak berinvestasi dari bayaran yang didapatkan,” puji Nicky, “dan sekarang, ketika acara-acara mulai menghabiskan banyak uang untuk seorang entertaint dan host, ia banyak menjadikannya sebagai tambang,” lanjutnya.

"Paris Hilton sangat cerdas," puji Spencer Pratt suatu saat. Ketika tayangan Keeping Up tak lagi ditanggap, Pratt berharap Kim tak perlu malu kembali meniru Paris. Paris selalu berkembang dalam banyak hal. Ia tak pernah berpuas diri dengan segala pencapainnya sekaligus gemar berbagi kepada sesama. Banyak tempat sudah ia tanami dengan rantai bisnisnya menggunakan brand Paris Hilton.
Toko Paris di Granada Mall, Riyadh [Sumber: retouchbrands.wordpress.com]
Rasa kesal pada media yang menggambarkan Paris sebagai sosok yang murahan, bodoh, dan sampah cukup beralasan melihat kenyataannya ia tak selalu seperti yang orang lain ungkapkan dengan nada sumbang. Boleh saja orang lain mencibir semua diraih Paris lantaran ia memiliki modal dana yang bergelimang dari keluarganya. Namun bukankah Paris mulai menapaki tangga keberhasilannya dengan modal tahu diri dan kecerdasan yang ia miliki? Ia tahu bahwa ia bisa menjual ‘suara bayi’-nya sebagai modal awal. Sejak saat itu, ia terus berkembang ‘merentangkan sayap mencengkeramkan cakar’-nya ke beragam penjuru Planet Bumi.

Paris memberikan gagasan brilian untuk bisa bekerja dengan rasa riang tanpa meninggalkan kewajiban yang diemban. Ia memiliki kebiasaan bangun pada pukul 5 pagi dan nomaden hampir setiap hari. Paris berhasil memadukan kerja, liburan, dan kegiatan sosial ke dalam satu waktu 24 jam sehari dan 7 hari sepekan. Ia juga sangat menyukai kebersihan dan keindahan lingkungan, baik fisik atau tak fisik.

Ia sangat mengagumi semangat kerja buyutnya, Conrad Hilton. Oleh orang-orang yang bekerja bersamanya, ia dikenal sebagai pekerja keras. “Ia adalah sosok yang bekerja paling keras,” ungkap Donald J. Loftus, pemimpin Parlux, perusahaan yang merilis fragrance Paris. Menurut Donald, Paris banyak terlibat dalam membikin desain botol, memilih aroma, hingga merencanakan pemasaran.
Paris berpose dengan botol parfumnya [Sumber: nymag.com]
Beragam kegiatan yang memaksanya untuk nomaden membuatnya memanfaatkan fasilitas telepon seluler yang ia miliki. Melalui ponselnya, ia menyimpan berkas-berkas penting yang bisa ia akses sepanjang ia bepergian. Ia memiliki empat iPhone yang selalu ia bawa, yang semuanya . Kebiasaan memanfaatkan ponsel untuk keperluan pekerjaan ini juga dimiliki oleh Hillary Rodham Clinton, yang kini sedang berjuan untuk menjadi presiden Amerika Serikat. Sementara untuk operasi harian perusahaan, Paris memusatkan kantornya di BeverlyHills.
Paris dengan iPhone-nya [Sumber: vice.com]
Apa lagi yang hendak Paris lakukan ketika di usia 35 tahun ia sudah mencapai lebih dari kebanyakan orang lakukan seumur hidup? Ia menghentak khalayak jauh sebelum perusahaan start-up seperti Facebook menginvasi teknologi.

Formasi keluarga Rick Hilton. Dari kanan:
Conrad (bungsu), Kathy (kepala rumah tangga), Nicky (tengah), Paris (sulung), dan Richard Hilton (kepala keluarga)
[Sumber: businessinsider.com.au]
Dengan ketenaran nama dan gelimangan harta yang kini ia miliki, Paris terus menyayangi keluarganya. Keluarga Paris adalah keluarga teladan. Mereka hidup di tengah kemewahan namun mampu melantan keharmonisan. Bukan hal mudah lho dilakukan …

B.Rb.Wg.210637.300316.15:05