— Stars Are Blind Heartbeat High Off My
Love
Paris Whitney Hilton adalah orang yang lahir dengan ketakberuntungan. Kalau kita membahas soal nama, ia adalah orang yang tak beruntung mendapatkan nama yang disandangkan padanya. Nama depan sekaligus sapaannya, Paris, sudah jauh-jauh hari menjadi nama kota yang sangat populer dan ibu kota negara Prancis. Siapa orang yang tak kenal Eiffel yang menjadi maskot kota Paris?
Paris Whitney Hilton |
Paris Whitney Hilton adalah orang yang lahir dengan ketakberuntungan. Kalau kita membahas soal nama, ia adalah orang yang tak beruntung mendapatkan nama yang disandangkan padanya. Nama depan sekaligus sapaannya, Paris, sudah jauh-jauh hari menjadi nama kota yang sangat populer dan ibu kota negara Prancis. Siapa orang yang tak kenal Eiffel yang menjadi maskot kota Paris?
Menara Eiffel [Sumber: hrhwalls.com] |
Hilton,
nama belakang yang diturunkan dari keluarganya, juga tak mengenakkan. Hilton
sudah terlanjur menjadi brand sendiri
sesudah buyut Paris, Conrad Nicholson Hilton membangun rantai hotel papan atas
dunia.
Conrad Hilton di kantornya 1950-an [Sumber: hosttotheworld.com] |
Whitney
sendiri, nama tengah yang jarang digaungkan seperti kebiasaan orang Amerika
Serikat, sudah terkenal lebih dulu sebelum Paris Hilton dilahirkan. Nama
Whitney lebih dikenal merujuk pada sosok Whitney Elizabeth Houston, artis
legendaris yang meninggal beberapa tahun silam.
Whitney Elizabeth Houston [Sumber: fanpop.com] |
Dari
garis keturunan pun Paris Hilton tak mujur-mujur amat. Ia lahir dari keluarga
kaya raya. Keberhasilan buyutnya dalam berwiraswasta menjadikan keluarga Hilton
hidup di atas garis sejahtera. Tak sulit bagi keluarga Hilton untuk piknik ke
beragam tempat ke luar negeri. Selain banyak negeri sudah ditanami rantai hotel
yang mereka miliki sehingga bisa menjadi tempat istirahat gratis, biaya perjalanan
pun tak membikin mereka sekarat.
Hotel Hilton di Afrika [Sumber: naija247news.com] |
Semuanya
menjadikan Paris Whitney Hilton lahir di bawah bayang-bayang kebesaran yang
sudah lebih dulu ada daripada ia sendiri. Perlu perjuangan sungguh-sungguh agar
ia bisa hidup dan dikenal sebagai Paris Whitney Hilton. Bukan lagi bagian dari
keluarga Hilton, bukan lagi orang yang sekedar ngalap berkah pada kata Paris, Whitney, dan Hilton.
Walau
kini orang bisa melihat dan mengenal Paris Hilton sebagai Paris Hilton, walakin
tetap masih saja ada orang yang mencibir ia mujur lahir dari keluarga Hilton.
Wajarlah, mata yang penuh kecewa hanya akan memandang segala yang nista. Wajar
juga jika saya yang memiliki personalitas sebagai penggemar Paris Hilton ini
tampak nyaris mengabaikan sisi suram darinya. Mata yang penuh cinta akan tumpul
dari segala cela.
Saya
lupa bagaimana awal mula bisa gandrung dengan sosok Paris Hilton. Yang jelas,
Paris lebih dulu saya suka daripada Maria Sharapova namun sesudah Valentino
Rossi. Kalau saya bisa gandrung pada Valentino Rossi, masih bisa dicari asal
usulnya, misalnya kenyataan bahwa saya dibesarkan di lingkungan yang larut
dalam balap motor. Atau bisa gandrung pada Britney Spears walau mulanya demen mendengarkan suaranya Avril, bisa
diingat kembali kalau saya dulu mulai suka sejak lagu Toxic yang sempat salah sebut bahwa lagu itu dinyanyikan Beyoncé
Knowles.
Valentino Rossi & Paris Hilton di Catalan Grand Prix 2011 (Copyright
Reygondeau/Good-Shoot/FIM)
[Sumber: motogp.com] |
Bisa
jadi mulanya ketika menikmati infotainment malam yang kerap disimak di televisi.
Saat saya kecil, infotainment malam banyak dihiasi wajah-wajah populer ras bule.
Dari Michael Jackson, Victoria Adams, Madonna, Jennifer Lopez, hingga Paris. Paris
menyihir saya dengan berita-berita negatifnya serta wajah imutnya. Anyway, sosok bengal ibarat sudah
menjadi proto-type orang-orang yang
saya gandurngi.
Paris & Orangtuanya,
Rick dan Kathy, dalam premiere
Paris, Not France
|
Paris Whitney Hilton lahir di New
York City pada 17 Februari 1981. Ia lahir dari Rahim Kathy Richards, aktris anak-anak
dan saudara dari bintang Beverly Hills Kyle dan Kim Richards, hasil dari benih
yang ditanamkan Richard Hilton, anak dari William Barron Hilton yang notabene
adalah anak dan pewaris Conrad Hilton.
Pemandangan New York City tahun 1981 [Sumber: wikipedia.org] |
Sepanjang
masa kecilnya, Paris hidup bolak-balik antara California dan Manhattan. Ia tak
mengalami nasib seperti Sherina dalam drama Petualangan Sherina ketika terpaksa
pindah ke Bandung sesudah bapaknya mendapat pekerjaan di kota kembang. Kini
Paris memiliki rumah di dua tempat tersebut. Hanya saja tempat tinggalnya di
Manhattan cenderung menjadi ‘museum’ Paris sebagai ikon Amerika Serikat
ketimbang rumah pribadi. Di dinding apartemen ‘museum’ tersebut, ditaruh foto
paparazzi serta beberapa lukisan tentang Paris. Botol parfumnya sendiri ditata
di rak, dilengkapi dengan beragam barang lainnya terkait Paris menghiasi
ruangan tersebut. Wajar-wajar saja baginya.
Rumah Paris Hilton di Manhattan 2009 [Sumber: variety.com] |
Paris
memang terlahir untuk menjadi sebuah brand.
Bahkan tanpa brand Paris Hilton pun
ia sudah dibayangi brand Hilton.
Walau begitu, sejak kecil Paris dididik dengan keras agar tak ‘makan’ uang
keluarganya. Mereka ingin anak-anaknya bisa hidup mandiri sejak dini. “Aku
mendapat banyak tekanan untuk ingin berbuat lebih besar, agar keluargaku bangga
padaku, dan agar aku menjadi diriku sendiri,” ungkapnya pada satu saat. Dari
hal ini Paris malah cenderung melihat sosok bapak dan kakeknya sebagai mentor
alih-alih bagian keluarga.
“Ia
selalu tertarik dengan perusahaan ayah dan cara kerjanya,” ungkap Nicky Olivia
Hilton, adiknya yang kini sedang hamil pertama dengan sandang nama Nicky Rothschild.
Nicky ingat Paris kerap nginthili
bapaknya ketika bekerja, terutama di perusahaannya Hilton & Hyland. Paris
muda, menurut Nicky, tampak sangat berbeda daripada Paris sekarang. Nicky
menjelaskan kalau Paris sangat tomboi dan jauh dari kesan feminin. Paris benci
warna pink.
Nicky Olivia (berdiri) & Paris Whitney (duduk) [Sumber: fanpop.com] |
Paris
kecil juga berhasrat untuk menjadi seorang dokter hewan. Hingga sesudah sekolah
di Los Angeles, Paris gemar bermain dengan beragam hewan peliharaannya: reptil,
anjing, hingga musang. Nicole Vorias, produser di musim pertama The Simple Life, mengenang Paris kerap
bercerita hewan peliharaannya. “Ia memiliki ular, kura-kura, tikus, dan segala
macam hewan lainnya,” kenang Nicole, “Ia seperti Michael Jackson.”
Keluarga Paris bersama Michael Jackson [Sumber: home.mj-upbeat.com] |
Meski
tomboi, tapi untuk keperluan membeli hewan peliharaan, Paris bertingkah sangat
manja dengan menirukan suara bayi biar dibelikan bapaknya. “Suara bayi
berkembang ketika aku sangat muda, ketika masih balita atau anak-anak,” kata Paris.
“Kalau aku ingin mendapatkan sesuatu dari ayahku, aku akan mengatakan seperti,
‘Ayah, aku sangat ingin ini!’ dengan suara bayi.” “Suaranya mendadak manis dan
manja ketika ia menginginkan sesuatu,” kenang Nicky.
Richard, bapaknya, mulai menyadari kelakuan
Paris ini dan berhenti membelikannya hewan peliharaan. Sejak saat itu, Paris
mulai menabung untuk membeli hewan peliharaan dengan uangnya sendiri.
Orangtuanya membelikan rumah yang semula milik bintang Charlie’s Angel,
Jacqueline Smith, di Bel Air. Rumah tersebut dilengkapi listrik dan air.
Di
sana, Paris bisa tinggal bersama hewan peliharaan kesukaannya. Nicky mengenang
saat-saat Paris hidup di rumah tersebut. Ia hidup bersama chinchilla, tikus,
mencit, marmut, bahkan kambing. Cuma kambing ditaruh di tempat yang agak jauh
yang orangtuanya mengunjunginya jarang pergi ke sana, jadi aman disembunyikan.
Kini, rumah tersebut menjadi inspirasi bagi Paris untuk membangun rumah anjing
di halaman belakang rumahnya yang di Beverly Hills.
Ketika
remaja, Paris tinggal di California sedangkan Nicky tinggal di Manhattan.
Ketika Nicky mengunjungi Paris, ia mulai menemukan Paris remaja tampak sangat
berbeda dengan Paris anak-anak. Nicky mengungkapkan kakanya kemudian menjadi
gadis California, “ceria, cerah, dan pirang.”
Dalam
salah satu kunjungannya, Nicky mengenang, Paris ingin membawanya ke klub. Namun
Nicky khawatir penjaga akan menolaknya lantaran ia masih di bawah umur. Nicky
kemudian mengenang saat itu ia didandani Paris. Garis matanya diberi eyeliner hitam, rokok yang tak
dinyalakan ditaruh di tangan, dan dilengkapi asesoris kaca mata. “Jangan
bicara,” kata Nicky menirukan Paris, “Berdiri saja di sana dan pura-pura
merokok, dan kamu akan terlihat lebih tua.”
Paris
mulai belajar untuk bertingkah dengan karakter yang berbeda dari aslinya dalam
situasi tertentu. Hal ini ia lakukan untuk mendapatkan ‘sesuatu’ dari lelaki.
Salah satu caranya ialah bertingkah lazimnya perempuan. Paris banyak
mempelajari karakteristik feminintas seperti ditulis eksistensialis Perancis,
Simone de Beauvoir, dan kemudian berperilaku feminin. Pementasan gender ini,
seperti disebut oleh teoretis feminis Judith Butler, selama bertahun-tahun
berhasil membikin lelaki untuk memberikan apa yang perempuan inginkan.
“Aku
menyadari ini ketika muda,” terang Paris, “kalau pacarku marah padaku saat itu,
aku minta maaf dengan menirukan suara bayi, lalu ia memaafkanku.”
Walau
penampilan dan jam malam sudah berubah, Nicky mengatakan kalau kepribadian
Paris tak jauh beda. Ketika Paris kembali ke New York City, Manhattan, untuk
sekolah menengah, perilaku Paris masih biasa. Ia gemar dengan hewan peliharaan
bahkan sesekali waktu dibawanya ke sekolah. Hal ini pernah dilakukannya dengan
sahabatnya, Casey Johnson (pewaris Johnson & Johnson). Saat itu mereka
membawa musang ke sekolah dengan dimasukkan ransel. Ia hanya menggunakan suara
bayi kalau sedang butuh sesuatu saja. Satu-satunya perbedaan kentara adalah
sisi feminin Paris mulai mengimbangi sisi maskulinnya dan ia gemar bermain ke
klub malam.
“Aku
bertindak seperti anak-anak kadang-kadang saja,” jelas Paris, “cuma fantasi.”
Fantasi
yang seakan menjadi kebutuhan masyarakat urban mulai menginvasi kehidupan
Paris. Tahun 1999, New York Post
mulai tertarik dengan pesona kehidupan malam dari Paris dan Nicky. Dalam salah satu
artikel di tabloid tersebut, diulas ringkas tentang Paris sebagai gadis pewaris
Hilton paling menarik.
Dalam artikel New York Post yang terbit tahun 15 Oktober 2000, Paris disebut
sebagai model paruh waktu dengan gaya berbusaha celana mengkilap. Sementara
Nicky disebut sebagai remaja 16 tahun yang terlihat seperti perempuan 30 tahun
yang gemar terlihat minum sampanye dan merokok di klub malam.
Paris
dan Nicky kemudian berpose di majalah Vanity
Fair dengan hasil pemotretan dari David LaChapelle pada September 2000.
Nicky mengenakan gaun hitam-putih dan Paris mengenakan celana pendek dan jaket
perak tanpa bagian atas. Media massa kembali menginvasi dengan menulis tentang
Paris sebanyak Sembilan kali sepanjang 1999 hingga 2000 dan menerbitkan tujuh
belas kisah tentang Paris pada tahun 2001.
Paris & Nicky di majalah Vanity Fair edisi September 2000 (photo by David LaChapelle)
[Sumber: hasil pemindaian kertas majalah Vanity Fair] |
Dalam
salah satu artikel, Paris digambarkan sebagai perempuan nakal, bodoh, dan
vulgar. Ia dianggap tak memiliki rasa hormat dan mempermalukan nama baik keluarganya
dengan beragam tindakannya. Hanya saja dari sini, tiga tahun sebelum debut
penayangan The Simple Life, Paris
tahu bagaimana memanfaatkan sisi femininnya sebagai peluang bisnis.
Peluang
ini benar-benar dimanfaatkan Paris. Ia perlahan malar menjadi pemeran utama
dalam tabloid lokal. Semua orang berbicara tentang dirinya hingga ingin Paris
dan Nicky datang ke pesta mereka. Promotor pesta bahkan mulai berani membayar
penampilan Paris dan Nicky. Nicky sempat bingung dengan hal ini. “Kami tak bisa
percaya saja,” ungkap Nicky, “kami bingung tak tahu apa yang harus kami lakukan.
Tapi mereka membayar kami hanya untuk terlibat dalam pesta mereka. Fuck yeah.”
Ketika
Paris kembali ke Los Angeles sesudah lulus sekolah menengah, ia berencana
menggunakan pesonanya untuk mengambil alih perhatian Hollywood dan media
nasional. ”Paris tahu
apa yang ia lakukan," kata Vorias.
Vorias
berjumpa Paris ketika ia menjadi eksekutif pengembangan di sebuah perusahaan.
Pada saat itu, Paris telah membinangtangi beberapa film. Pada tahun 2003, FOX Broadcasting Company memberikan
tawaran pada Paris untuk membintangi versi reality
televisi dari sitcom (komedi situasi) Green
Acress. Paris menerima tawaran tersebut untuk membintangi musim pertama. Bunim/Murray Productions, perusahaan
produksi bagian dari The Real World
menjadi produser pelaksana acara tersebut.
Paris menggendong Tinkerbell dan Nicole dalam The Simple Life
|
Sejujurnya,
Paris, manajemennya, maupun FOX tak terlampau berekspektasi dengan
keberhasilan The Simple Life. Saat
itu Survivor baru saja menjadi seri
megahit reality series di beberapa
jaringan televisi. Walau The Real World
sudah menguasai MTV lebih dari satu dekade, walakin acara berbau reality belum terlampau populer di Amerika
Serikat. Namun bagaimanapun juga, Paris tahu diri ia bisa menggunakan program tersebut
sebagai batu loncatan karirnya sekaligus mulai lepas dari bayang-bayang keluarga.
Paris
bisa mengarahkan dirinya sendiri. Saat itu ia juga menyusun kalimat, “Paris talk and the
ditziness”
yang kemudian menjadi satu ungkapan terkenal. Paris bisa mengarahkan dirinya
sendiri pada jalan yang ia lalui untuk menjadikannya sebagai ‘sesuatu’. Ia
memanfaatkan ‘suara bayi’-nya untuk menjadi satu pementasan untuk umum melalui
tayangan The Simple Life. Siapapun jika
bisa meniru The Simple Life dalam kehidupan
nyata, akan menjadi luar biasa.
Di
awal karirnya, Paris mencitrakan dirinya sebagai sosok hyper-feminin. Ia
memahami bahwa kata, selain memiliki makna, memiliki nuansa, seperti, “That’s hot”. Hanya saja banyak orang
terlampau berpikiran cemar dengan citra hyper-feminin seperti dipentaskan
Paris.
Meskipun
The Simple Life di-set-up sebagai tayangan reality untuk mengambil alih perhatian
jaringan televisi dan tabloid, namun program ini berbeda dari kebanyakan reality show. Misalnya set-up Keeping Up yang dibintangi oleg Kardashian dan Kendra, menggunakan
alur cerita eksploitasi tabloid bintang untuk menunjukkan mereka adalah sosok
papan atas, The Simple Life justru
di-set-up untuk menunjukkan Paris
bertingkah tolol. Jika Keeping Up
adalah tayangan tentang pengaruh ketenaran terhadap keluarga, The Simple Life adalah tayangan tentang
pertentangan kelas sosial.
Keeping Up with the Kardashians season 1 [Sumber: vulture.com] |
Paris
gemar beganti penampilan. Mulai dari gadis party
yang sexy hingga mamah muda yang
anggun. Ketika ia berada di Ibiza, ia kerap berpenampilan laiknya Barbie. Tapi ketika
berada dalam acara amal, ia tampil dengan gaun tertutup. Tergantung situasinya
saja. Ia memahami kepantasan penampilan, di ranah privat maupun di ranah publik.
Ia
tak mempraktikkan fantasi memanipulasi suaranya menjadi ‘suara bayi’ ketika
berada di tempat umum namun kerap kali menggunakannya ketika di rumah atau
bersama teman-temannya. Sebagian orang bisa saja menganggap Paris sebagai orang
paling tolol di Planet Bumi, sah-sah saja lah.
Paris dalam salah satu klub malam [Sumber: musictimes.com] |
Ikon
Amerika Serikat sebelum Paris juga gemar memanipulasi suara mereka. Contoh
paling bagus adalah Michael Jackson. Ia berhasil memanipulasi suaranya hingga
terdengar khas ketika sedang mentas. Sementara untuk kesehariannya, suaranya
bisa menjadi amat berbeda. Bedanya kalau Michael Jackson melakukannya kemudian
menjadi The King sejak zaman Reagen,
Paris melakukannya kemudian menjadi The
Queen sejak zaman Bush Jr.
Tiga
belas juta penonton menyaksikan tayangan The
Simple Life pada Desember 2003. Sebagai perbandingan, jumlah penonton
terbanyak untuk episode Keeping Up hanyalah 4,8 juta saja. “It's nice to inspire people,” ungkap
Paris pada Yahoo Style ketika ditanya
tentang Kim Kardashian.
Pada
tahun 2004, Paris menjadi orang paling di-Googling
–gelar yang baru dimiliki oleh Michael Jackson, Britney Spears, Miley Cyrus,
Jennifer Lawrence, dan Kim Kardashian. Ia mulai menjual parfum dengan brand-nya, serta merambah ranah rekaman.
Album PARIS menjadi album studio pertamanya dengan Stars are Blind menjadi debut single-nya.
Pada saat perempuan seusianya sibuk mencari atau menanti pinangan suami atau
hidup dari kekayaan keluarga, Paris fokus pada pekerjaan dan mulai membangun kerajaan
bisnisnya sendiri.
Sampul album PARIS [Source: thejewelwickershow.com] |
“Aku
selalu bahagia ketika bisa mendapatkan yang kuinginkan,” ungkap Paris. “Aku tak
berpikir aku bisa merasa bahagia ketika hanya menerima segalanya dari keluarga.
Kamu tak boleh merasa seperti sudah bekerja ketika mendapatkan dari keluarga,
dan jangan pernah merasa hal itu baik dilakukan.”
Paris
berhasil dengan kecerdasannya dalam memanipulasi suara. Suara bisa menjadi
perantara untuk memahami kepirbadian seseorang. Ketika kita mendengarkan suara
Avril Lavigne dalam Sk8er Boi, kita
seakan terbujuk untuk menyebut kalau Avril adalah seorang yang baddas. Atau suara Britney Spears dalam Toxic yang merangsang untuk menyebutnya perempuan
penggoda. Suara bayi sendiri terkesan muda, polos, dan halus. Hampir semua
orang menyukai bayi bukan?
Paris
Hilton, di awal karirnya,
karib
dengan sebutan sampah. Banyak
warga Los Angeles mengernitkan
dahi menyaksikan karakter Paris
yang tampaknya
hanya memanfaatkan
ketenaran
nama dan gelimangan harta. The Simple
Life, di satu sisi menjadi batu loncatannya untuk mewujudkan impiannya
untuk
membanggakan
sekaligus
lepas dari bayang-bayang nama besar keluarganya.
Di sisi lain, The Simple Life
mencederai nama baiknya.
Sesudah
The Simple Life menjadi hit, banyak orang tak ingin bekerja dengan
Paris. Paris, selain menerima stigma sebagai sampah, juga bisa membikin orang lain
seolah menjadi sampah. Ia laiknya
air keruh
yang ketika setetes
saja mencampuri air bening, air bening itu tak lagi bening. Lindsay Lohan, selebritis papan atas kala itu,
sempat mengalaminya. Ketika ia kedapatan
berpesta bersama Paris, sontak
ia menerima hantaman telak.
“Lindsay
[Lohan] sudah berada di papan atas, dan sepertinya ia sedang berjuang untuk jatuh ke dalam
jurang,” ungkap
salah seorang sumber kepada
majalah Vanity Fair ketika Nancy Jo
Sales hendak
menulis profil Lindsay.
Nancy jugalah orang yang menulis profil Paris untuk majalah
tersebut pada tahun 2000.
Britney Spears, Paris Hilton, dan Lindsay Lohan di Hollywood [Sumber: zimbio.com] |
Meski mendapat
anggapan tak
mengenakkan
perasaan, Paris tetap bertahan. Kehadiran
Paris di tengah dunia selebritis mengoyak
anggapan mengenai ‘papan atas’. Keberhasilan
The Simple Life membikin beberapa
orang terabaikan
bergairah kembali
ke
permukaan.
Mereka
ingin bertemu dengan Paris, bekerja
sama dengannya, dan berkembang
bersama-sama. Saat sebagian orang melihat Paris dengan rasa tak senang,
sebagian orang melihat bahwa Paris datang membawa peluang.
Vorias
menjadi salah satu orang yang bahagia akan
kedatangan
Paris. Ia merasakan
dampak
dahsyatnya. Jika
sebelumnya ia harus bersusah payah mencari orang untuk bekerja sama
dengannya, sesudah bersama Paris, ia justru kerap diajak kerja sama orang
lain. Banyak
orang datang membawa gagasan mengunjunginya secara berantai.
Tayangan
The Simple Life menjadi pemantik program reality show yang muncul belakangan. Mulai
dari The Hills, Real Housewives, Moms Dance,
hingga Honey Boo Boo, adalah beberapa
contohnya. Paris seakan
menikam
jejak
Oprah Winfrey yang memantik
semangat untuk
merancang acara talk show. Paris membentuk sebuah
‘image’ yang memengaruhi dunia hiburan melalui tayangan The Simple Life. ‘Image’ tak
sekedar
merek
dagang, desain, slogan, atau gambar yang mudah diingat belaka. ‘Image’
adalah sesuatu yang sengaja dibentuk
untuk
mengikat
yang di-‘image’-kan
dengan sasarannya.
Paris
pintar memanfaatkan
setiap keadaan
yang terjadi padanya untuk
membentuk
‘image’-nya. Misalnya dalam satu peristiwa ketika
ia sedang jalan-jalan di Robertson
Boulevard. Beberapa orang datang melemparinya dengan beragam
pertanyaan yang hampir semuanya tak
digubris Paris hingga ia mendengar satu pertanyaan yang ‘bagus’ untuk dijawab.
“Siapa
nama anjingmu?” Tanya salah seorang.
Paris
lalu tersenyum, menarik
nafas sejenak,
dan dengan nyelekit-nya ia menirukan
suara bayi untuk
menjawab pertanyaan itu dengan, “Marilyn Monroe.”
Selanjutnya,
ia hanya diam saja. Ia melanjutkan
berbelanja, jalan-jalan, dan bertingkah
jual mahal pada fans. Setelah berhenti sejenak untuk
di-jeprat-jepret, ia bergegas masuk ke dalam mobil kemudian
memutar Piece of Me-nya Britney
Spears dengan suara kencang.
Dan pergi begitu saja …
Paris
menjadi terkenal
dengan gaya berbusana mewahnya. Ia adalah salah satu sosok yang memberikan terobosan
jitu dalam sejarah Hollywood, namun hanya sedikit orang melihatnya di tahun-tahun awal karirnya.
Nancy Jo Sales, melalui bukunya
The Bling Ring, memosisikan Paris
sebagai simbol individualis yang merusak
tatanan sosial sepanjang 2000-an. Ketika orangtua
yang kaya
raya menghabiskan
banyak
uang untuk
mendongkrak gengsi
hingga membiayai pesta ulang tahun anaknya,
misalnya.
Tahun
02 November 2007, Newsweek
menerbitkan
berita utama berjudul Girls Gone Bad:
Celebs and Kids.
Dalam artikel
tersebut, Paris digambarkan
sebagai sosok
sangat cemar. Artikel
itu sendiri mengulas bagaimana anak-anak dibombardir
dengan gambar vulgar dan jorok. Kathleen Deveny,
penulis artikel
tersebut, dengan nuansa paranoid menulis, “Apakah kita
membesarkan
generasi LA yang oleh ibu-ibu disebut sebagai prosti-tots, gadis-gadis berpakaian
seperti kue
tar, dan hidup dengan gaya mewah?”
Celaan
ini mengabaikan
berbagai usaha amal yang dilakukan Paris.
Sepanjang karirnya,
Paris telah menjadi relawan untuk
beberapa badan amal, terutama yang bertujuan membantu perempuan dan anak-anak. Misalnya
melalui Paris DJed, ia menyalurkan bantuan
untuk
anak-anak kurang mampu. Selama tiga tahun ia juga ikut serta dalam
India School Project, sebuah
organisasi yang menyediakan
akses
mudah ke
sekolah
bagi anak-anak dan
membiayai program perbedaan perempuan di India.
Paris
juga membangun sekolah.
Membentuk
satu kelompok mandiri dengan
merancang ‘program ayam’. Program ini dirancang dengan memberikan modal ayam
untuk
dikembangbiakkan, lalu dari
hasilnya ini digunakan
untuk
membantu anak-anak maupun
memberikan
bayaran pada para guru. The
Starlight Children's Foundation
serta The
Make-A-Wish Foundation adalah lembaga lain yang menjadi tempat penyalur jiwa
berbagi dan empati yang Paris miliki.
“Aku merasa
bahwa hidupku
sudah begitu beruntung dan bahagia, sehingga tugasku adalah untuk berbagi
dengan sesama,” ungkap
Paris. “Aku
senang berbagi dan membantu orang lain. Ini adalah satu hal yang memberikan perasaan
luar biasa. Tak
ada yang lebih berharga daripada membuat perbedaan di dunia ini dengan berbagi kepada yang
lebih membutuhkan.”
Paris dalam satu kunjungan [Sumber: huffpost.com] |
Paris
memasuki
dunia selebriti sebelum masa media sosial meriak kehidupan.
Pada masa untuk bisa
menghiasi arena publik
masih menjadi hal sulit, ia justru menarik
media massa untuk
terus mengikutinya.
Hal ini membuatnya akrab
dengan beragam pujian serta cacian. Walau demikian, segala pujian dan sanjungan tak membuatnya
melayang, seperti halnya hinaan dan caci maki tak
membuatnya kehilangan
nyali.
“Aku tak pernah
peduli apa yang orang pikirkan tentangku,” kata Paris.
Bagi Paris, caci maki
serasa seperti puji, sementara pujian hanya suara sumbang yang sepertinya
merdu. Badai yang datang ia hadapi seolah hanya hujan. Terik matahari
terasa sejuk
saja. Tak
ada masalah yang membikinnya
depresi dan frustasi seperti pernah dialami Britney Spears. “[Paris] adalah
penjebol pakem,” terang Nicky,
“ia jarang mengikuti
pakem yang berlaku.”
Sikap Paris yang
terkesan
menjebol pakem lawas ini membikin
beberapa pria gay menganggapnya
jenius. Banyak kaum homoseksualitas
memuji Paris sebagai pelopor yang radikal.
Paris dengan perasaan biasa-biasa saja ikut
serta dalam pesta mereka
di Lower East Side dan Bushwick—keduanya di
Manhattan— dengan menjadi DJ. Ia dengan santainya memainkan lagunya Stars are Blind di antara lagu-lagu punk-dance seperti Deceptacon-nya Le Tigre.
Paris
melalui masa ketika hidupnya
dirisak
dengan beragam cacian dan sikap
kebencian
yang dialamatkan
padanya. Ia menjalani hidupnya selepas kepala
dua sebagai sosok
antagonis bagi kaum
‘moralis’. Paris nyaris lebih karib
dengan pandangan negatif alih-alih positif. Walau demikian, keberhasilannya
dalam membangun kerajaan
bisnis sendiri, hidup sebagai dirinya sendiri, lepas dari bayang-bayang keluarga,
adalah fakta
bahwa Paris adalah sosok
hebat.
Hanya
saja untuk
urusan asmara, Paris belum menunjukkan
tanda-tanda ingin menikah
maupun segera memiliki keturunan. Ia
sering tertangkap
paparazzi kencan
dengan beberapa pria terkenal,
namun belum sekalipun
ia mengumumkan
hendak
menikah.
Bahkan
ia rela dilangkahi
oleh Nicky
dalam hal pernikahan.
Nicky Olivia Hilton dan Todd Andrew Meister [Sumber: bustle.com] |
Nicky, adik langsung
Paris, telah dua kali
menikah.
Pertama pada 15 Agustus 2004 dengan Todd Andrew Meister. Hanya saja pernikahan ini kemudian
diumumkan
batal pada November tahun yang sama. Namun Nicky tak kapok. Ia kini sedang
menanti masa pem-brojol-an janin yang
dikandungnya.
Janin yang merupakan
hasil asmaranya dengan suami berikutnya,
James Amschel Victor de Rothschild. Pernikahan
anggota keluarga
Hilton dan Rothschild ini terjadi pada 10 Juli 2015.
Nicky Olivia Hilton dan James Amschel Victor de Rothschild [Sumber: zimbio.com] |
Keengganannya
untuk
segera menikah
berbanding terbalik
dengan Kim
Kardashian.
Kim,
yang pernah menjadi asisten paling taat Paris, segera menikah sejenak setelah
menjadi terkenal.
Hubungan Paris dan Kim
semula sangat erat. Hanya saja secara misterius, keduanya kini
dianggap terlibat perang dingin. Sebagian menganggap bahwa Paris jealous saja pada keberhasilan Kim. Hanya
saja ungkapan
ini rasanya tak
memiliki
alasan kuat.
Bukankah Paris
masih merawat hubungan intimnya dengan Britney yang notabene sangat digandrungi
banyak
orang?
Britney Spears & Paris Hilton [Sumber: instagram.com] |
Sebagian
orang memuji kelihaian
Kim
dalam berkarir.
Kenyataannya
Kim
banyak
menikam
jejak
Paris sepanjang berkarir.
Rasanya tak
ada gunanya membandingkan
rekam
jejak keduanya
secara rinci. Kasihan
Kim
bukan?
Kim
boleh saja kini
memiliki
tingkat
keterkenalan yang
seolah melampaui Paris. Namun Paris, sejak
awal karirnya,
sudah memiliki
pandangan jauh ke
depan. Tanpa melanjutkan
penampilannya di dunia hiburan, Paris masih bisa hidup seperti biasanya. Ia
berhasil mendirikan
toko
fesyen, parfum, dan kerap
menjadi DJ.
Paris bermanja bersama Kim Kardashian [Sumber: hitfix.com] |
“Ia
banyak
berinvestasi dari bayaran yang didapatkan,”
puji Nicky,
“dan sekarang,
ketika acara-acara
mulai menghabiskan
banyak
uang untuk
seorang entertaint dan host, ia banyak menjadikannya sebagai
tambang,” lanjutnya.
"Paris
Hilton sangat cerdas," puji Spencer Pratt suatu saat. Ketika tayangan Keeping Up tak lagi
ditanggap, Pratt berharap Kim
tak
perlu malu kembali
meniru Paris. Paris selalu berkembang
dalam banyak
hal. Ia tak
pernah berpuas diri dengan segala pencapainnya sekaligus gemar berbagi kepada sesama. Banyak tempat sudah ia tanami dengan rantai bisnisnya
menggunakan
brand Paris Hilton.
Toko Paris di Granada Mall, Riyadh [Sumber: retouchbrands.wordpress.com] |
Rasa
kesal
pada media yang menggambarkan
Paris sebagai sosok
yang murahan, bodoh, dan sampah cukup
beralasan melihat kenyataannya
ia tak
selalu seperti yang orang lain ungkapkan dengan
nada sumbang. Boleh saja orang lain mencibir semua diraih Paris lantaran ia
memiliki
modal dana yang bergelimang dari keluarganya.
Namun bukankah Paris
mulai menapaki
tangga keberhasilannya
dengan modal tahu diri dan kecerdasan
yang ia miliki?
Ia tahu bahwa ia bisa menjual ‘suara bayi’-nya sebagai modal awal. Sejak saat itu, ia
terus berkembang
‘merentangkan
sayap mencengkeramkan cakar’-nya ke beragam
penjuru Planet Bumi.
Paris
memberikan
gagasan brilian untuk
bisa bekerja
dengan rasa riang tanpa meninggalkan
kewajiban
yang diemban. Ia memiliki kebiasaan
bangun pada pukul
5 pagi dan nomaden hampir setiap hari. Paris berhasil memadukan kerja,
liburan, dan kegiatan
sosial ke
dalam satu waktu
24 jam sehari dan 7 hari sepekan.
Ia juga sangat menyukai
kebersihan
dan keindahan
lingkungan,
baik
fisik
atau tak
fisik.
Ia
sangat mengagumi semangat kerja
buyutnya, Conrad Hilton. Oleh orang-orang yang bekerja bersamanya, ia dikenal sebagai pekerja
keras.
“Ia adalah sosok
yang bekerja
paling keras,”
ungkap
Donald J. Loftus, pemimpin Parlux, perusahaan yang merilis fragrance Paris.
Menurut Donald, Paris banyak
terlibat dalam membikin
desain botol, memilih aroma, hingga merencanakan pemasaran.
Paris berpose dengan botol parfumnya [Sumber: nymag.com] |
Beragam
kegiatan
yang memaksanya
untuk
nomaden membuatnya memanfaatkan
fasilitas telepon seluler yang ia miliki.
Melalui ponselnya, ia menyimpan berkas-berkas penting yang
bisa ia akses
sepanjang ia bepergian. Ia memiliki
empat iPhone yang selalu ia bawa, yang semuanya . Kebiasaan memanfaatkan ponsel untuk keperluan pekerjaan ini
juga dimiliki
oleh Hillary Rodham Clinton, yang kini
sedang berjuan untuk
menjadi presiden Amerika
Serikat.
Sementara untuk
operasi harian perusahaan, Paris memusatkan
kantornya
di BeverlyHills.
Paris dengan iPhone-nya [Sumber: vice.com] |
Apa
lagi yang hendak
Paris lakukan ketika di usia 35
tahun ia sudah mencapai lebih dari kebanyakan orang lakukan seumur
hidup? Ia menghentak khalayak jauh sebelum
perusahaan start-up seperti Facebook menginvasi teknologi.
Formasi keluarga Rick Hilton. Dari kanan:
Conrad (bungsu), Kathy (kepala rumah tangga), Nicky (tengah), Paris (sulung), dan Richard Hilton (kepala keluarga)
[Sumber: businessinsider.com.au] |
Dengan
ketenaran
nama dan gelimangan harta yang kini
ia miliki,
Paris terus menyayangi keluarganya.
Keluarga
Paris adalah keluarga
teladan. Mereka hidup di tengah kemewahan
namun mampu melantan keharmonisan.
Bukan
hal mudah lho dilakukan …
B.Rb.Wg.210637.300316.15:05