— a world of talent that yet to come
Ada harga yang harus dibayar ketika kita
memilih berinteraksi dengan orang lain, dan harganya adalah kita tak bisa
berinteraksi terus menerus. Orang lain dan saya memiliki pilihan keseharian berbeda
serta ada saatnya nafas berhenti berhembus. Tak banyak orang berkelindan dengan
keseharian saya namun mereka yang tak banyak itu selalu bisa menjaga home agar tetap menjadi home bukan menjelma menjadi house.
Saya beruntung berjumpa mereka, persembahan
dari surga yang kehadirannya memperkaya dan mewarnai keseharian. Sebagian masih
bisa saya sapa, sebagian lainnya hadir saat beberapa lagu saya dengarkan.
Bersama mereka, emosi bergejolak naik dan turun seiring dengan angan dan kenangan.
Interaksi secara alami menghasilkan cekcok sepertihalnya perjuangan bertahan
bersama dalam kebersamaan.
Satu peristiwa yang terjadi pada 06 Agustus
2015 berhasil menghantam kalbu terdalam. Hantaman telak yang perlahan malar
mengubah saya dari ceriwis menjadi pendiam. Satu perubahan drastis yang
memancing banyak prasangka. Sebagian orang merasa dijauhi saat saya sedang
ingin sendiri saja. Namun tak ada alasan untuk kabur dari rasa syukur. Sekerumunan
intan datang sebagai penghibur.
Waktu itu saya hendak tidur saat
menerima pesan pendek berisi ajakan menyambut satu angkatan baru di komunitas
PBSB UPI. Tak mau kehilangan kesempatan itu, saya segera meminta dibangunkan
oleh Adi. Saya suka berurusan dengan dia, tanggapan selalu selaras kesanggupan.
Saat dia menyanggupi, hasilnya tak pernah mengecewakan.
Malam harinya, Adi berangkat bersama
saya untuk ikut serta dalam penyambutan. Sesuatu yang setahun sebelumnya tidak
saya lakukan. Rasanya seperti tersengat dengan kehadiran anak-anak itu. Rasa
serupa yang membuat saya buru-buru menghubungi Maryam sebelum berangkat menuju
Bandung dan segera menemui Jeffa pada malam pertama di Bandung empat tahun
lalu.
Sekarang saya masih bisa mengenang
anak-anak itu sejak pertama bertemu. Pertemuan yang meriuhmeriahkan suasana
saat terdampar membisu. Jika saya membayangkan masa-masa itu tanpa mereka, sukar
menghindar dari bayangan buruk. Mereka memberi semangat dan ketenangan hingga
saya tak terlalu ambruk.
Saya masih ingat saat pertama
mendengar Dahlia mengungkapkan grenengan.
Dia bertanya terkait salah satu organisasi pergerakan. Lucunya, pertanyaan itu
terlontar dalam obrolan mengelompok yang di dalamnya ada beberapa orang
berseberangan. Sementara Dahlia merasa biasa saja saat bertanya, kakak-kakak
tingkatnya saling bertatap muka. Saling menunggu siapa yang bakal menjawab
pertanyaan itu, meski akhirnya semua membisu.
Dahlia memiliki energi, keberanian,
dan darah yang panas, serta kemauan kuat mewujudkan impian. Di luar interaksi
dengan saya, dia sanggup menjadi kekuatan penggerak dalam kerumunan. Sebagian
orang menyebutnya egois. Saya tak pernah merasa bahwa itu buruk, orang-orang
berkepribadian kuat memang cenderung egois.
Tak perlu waktu lama untuk menunggu
orang lain bilang Dahlia orang yang kuat. Cukup singkat. Tak perlu waktu lama
juga untuk menebak kalau dia sudah memiliki ikatan persahabatan cinta yang
tulus. Dalam hitungan hari, saya melihat Dahlia dan Amatullah sebagai dua
sejoli melekat. Saya sebenarnya tak memiliki instuisi bagus. Jadi hanya
beruntung saja saat tebakan saya tak melesat.
Perjumpaan perdana saya dengan Ama tepat
seperempat abad peringatan reunifikasi Jerman. Konon kabarnya, di negeri itu
Ama dilahirkan. Ketika berjuma dengannya, Ama tampak lusuh. Sebenarnya Ama
selalu kelihatan lusuh tanpa harus berpeluh. Jadi bertanya pada Ama kalau sudah
mandi apa belum tak ada gunanya. Mandi tak akan mengubah tingkat kelusuhan
penampilannya.
Sedari dini Ama membuat saya kagum.
Dia orang yang bisa membuat saya tersenyum. Interaksi dengannya terkesan
obrolan kurang ajar. Obrolan yang membikin suasana menjadi segar. Selain tampak
sebagai dua sejoli, Ama dan Dahlia mengundang rasa penasaran. Latar belakang
mereka memiliki keserupaan. Barangkali setitik perih mempercepat mereka mencapai
kematangan.
Selain beruntung berkenalan dengan
dua sejoli itu, saya juga beruntung berkenalan dengan dua sejoli lainnya: Hamdy
dan Aufa. Ada cerita yang saya dapat dari Ama. Kabarnya dia memberi semat pada Hamdy
dan Aufa laki paling cool saat matrikulasi.
Hanya saja belakangan Ama menyesali hal ini. Penyesalan memang datang belakangan,
seperti wajah cantik sang mantan.
Saat awal, Hamdy banyak tak dianggap
sebagai kekuatan penggerak. Wajar memang, dia berhati-hati saat kali pertama
berinteraksi. Kosok bali dengan saya yang baru kenal saja sudah gemar mengentak.
Kira-kira kalau orang bertemu Hamdy ingin terus bersamanya, kalau bertemu saya
pasti berharap saya segera musnah dari muka Bumi.
Terlalu berhati-hati membuatnya cenderung
pendiam. Maksudnya kelihatan bicara minimalis saat di awal. Hanya saja dia menampakkan
semangat kuat dari dalam. Semangat yang membuatnya ingin ikutserta membaur
dalam pergaulan sosial. Kecenderungan pendiam tidak menjadi rintangan. Dengan kepribadian
kuat yang dimiliki, dia bisa diandalkan dalam menjaga kerumunan.
Aufa, saat pertama melihatnya,
membuat saya terbayang dengan Steven Gerrard. Tatapan matanya sangat kuat. Dia
juga memiliki naluri yang bagus, dan menanggapi ajakan dengan serius. Saat saya
meminta bantuannya, dia mencoba menerka sesuai kesanggupannya. Hingga saya
senang saat dia bilang tak bisa sebagai tanggapannya.
Rahmatia ialah kasus menarik lainnya.
Saat pertama berjumpa saya dengan Dahlia, dia tampak malu-malu. Jadilah dia
langganan ejekan saya. Ketika dia berusaha membantah ejekan saya, hal itu
melegakan kalbu. Rahma hanya perlu diberi sedikit dorongan dan kesempatan.
Lagipula dia sudah memiliki kemampuan dan kemauan. Caci maki padanya tak
membuatnya tumbang sepertihalnya sanjungan tak akan membuatnya melayang.
Pengalaman bersama mereka adalah
masa-masa istimewa. Satu keberuntungan saat sedang terdampar di keruhnya satu
sisi dunia. Bersama mereka, saya lebih senang berkata seperti, “Sampah ah,
apaan ini?” ketimbang, “Bagus kok, sudah hebat itu.” Untuk kerumunan istimewa, standar biasa tak berlaku.
Saat waktu merentang, interaksi
dengan mereka berkurang. Walau begitu, rekaman kebersamaan dengan mereka selalu
memberi rasa senang. Satu perjumpaan fenomenal, meski relasi di dalamnya tidak kekal.
B.Sb.Wg.291249.37.011016.06:31