Paris is Paris, Paris not Paris



stars are blind heartbeat high off my love
Paris is Paris, Paris not Paris — stars are blind heartbeat high off my love Alobatnic and The Battle-Mate

Paris Whitney Hilton: Antique, Divine, Incredible, Beyond. That4!

Paris Whitney Hilton lahir dengan ketakberuntungan. Dia tak mujur-mujur amat mendapatkan nama yang disandangkan padanya serta garis keturunannya.

Nama depan sekaligus sapaannya, Paris, sudah jauh-jauh hari menjadi nama kota yang sangat terkenal sekaligus ibu kota negara Prancis. Siapa orang yang tak kenal Eiffel yang menjadi maskot kota Paris?

Hilton, nama belakang yang diturunkan dari keluarganya, juga tak mengenakkan. Hilton sudah terlanjur menjadi brand sendiri sesudah Conrad Nicholson Hilton, buyut Paris, membangun rantai hotel papan atas dunia.

Whitney sendiri, nama tengah yang jarang digaungkan seperti kebiasaan orang Amerika Serikat, sudah terkenal lebih dulu sebelum Paris Hilton dilahirkan. Nama Whitney lebih lekat pada sosok Whitney Elizabeth Houston, penghibur legendaris yang meninggal beberapa tahun silam.

Dari garis keturunannya malah lebih tak beruntung lagi. Dia lahir dari keluarga kaya raya, sederhana, dan bahagia. Keberhasilan buyutnya dalam berwiraswasta menjadikan keluarga Hilton hidup di atas garis sejahtera.

Tak sulit bagi keluarga Hilton untuk piknik ke beragam tempat di planet Bumi. Selain banyak negeri sudah ditanami rantai hotel yang mereka miliki sehingga bisa menjadi tempat istirahat gratis, biaya perjalanan pun tak membikin kas rumah tangga mereka terkikis.

Dua hal tersebut sudah menjadikan Paris berada di bawah bayang-bayang kebesaran yang sudah lebih dulu ada sebelum kehadirannya. Perlu perjuangan sungguh-sungguh agar dia bisa melakoni bicycle race-nya dan dikenal sebagai Paris Whitney Hilton. Bukan dikenal sebagai bagian dari keluarga Hilton, bukan lagi orang yang sekedar ngalap berkah pada kata Paris, Whitney, dan Hilton.

Kini orang bisa melihat dan mengenal Paris Hilton sebagai Paris Hilton, walakin tetap masih saja ada orang yang mencibir dia mujur lahir dari keluarga Hilton. Wajarlah, mata yang penuh kecewa hanya akan memandang segala yang nista. Wajar juga jika saya yang memiliki personalitas sebagai penggemar Paris Hilton ini tampak nyaris mengabaikan sisi suram darinya. Mata yang penuh cinta akan tumpul dari segala cela.

Saya sangat menggandrungi puan kelahiran New York City pada 17 Februari 1981 sejak lama. Paris mulai menyihir saya dengan berita-berita negatifnya serta wajah imutnya. Anyway, sosok bengal ibarat sudah menjadi proto-type orang-orang yang saya gandrungi. Kegandrungan padanya tak pernah sirna hingga saat ini.

Paris lahir dari Rahim Kathy Richards (Kathleen Elizabeth Avanzino), penghibur anak-anak dan saudara dari bintang Beverly Hills Kyle dan Kim Richards. Dia merupakan sulung pasangan Kathy dan Richard Howard Hilton. Laki yang biasa disapa Rick merupakan anak dari William Barron Hilton, anak sekaligus pewaris Conrad Hilton.

Sepanjang masa kecilnya, Paris hidup bolak-balik antara California dan Manhattan. Kini Paris memiliki rumah di dua tempat tersebut. Hanya saja tempat tinggalnya di Manhattan cenderung menjadi ‘museum’ Paris sebagai ikon Amerika Serikat ketimbang rumah pribadi.

Di dinding apartemen ‘museum’ tersebut, ditaruh foto paparazzi serta beberapa lukisan tentang Paris. Botol parfumnya sendiri ditata di rak, dilengkapi dengan beragam barang lainnya terkait Paris menghiasi ruangan tersebut. Wajar-wajar saja baginya menata seperti ini. Dia juga seorang yang suka menata sendiri dengan rapi dan rinci.

Paris terlahir untuk menjadi sebuah brand. Bahkan tanpa brand Paris Hilton pun dia sudah dibayangi brand Hilton. Walau begitu, sejak kecil Paris dididik dengan keras agar tak ‘makan’ uang keluarganya. Rick dan Kathy ingin anak-anaknya bisa hidup mandiri sejak dini.

Semasa anak-anak, Paris mendapatkan banyak tekanan untuk diharapkan berbuat lebih besar melampaui capaian keluarganya. Keluarga ingin melihatnya menjadi dirinya sendiri yang membanggakan keluarga.

Nicholai Olivia Hilton, adik kandung sekaligus sahabat intim yang kini bersandang nama Nicky Rothschild, mengungkapkan bahwa Paris selalu tertarik dengan perusahaan bapak serta cara kerjanya. Nicky merekam dengan bagus masa kecil Paris yang rajin nginthili bapaknya ketika bekerja, terutama di perusahaannya Hilton & Hyland. Hal ini membikin Paris melihat bapak dan kakeknya sebagai mentor alih-alih sekedar bagian keluarga.

Nicky juga menuturkan Paris muda sangat berbeda daripada Paris sekarang. Sepanjang bersama kakaknya sejak balita hingga remaja, Nicky selalu melihat Paris sangat maskulin dan jauh dari kesan feminin.

Paris kecil bahkan sanget membenci warna pink yang identik dengan puan serta lebih gemar bermain dengan binatang ketimbang boneka. Saat sekolah di Los Angeles bahkan dia memiliki banyak binatang peliharaan, seperti reptil, anjing, hingga musang.

Kegemaran bermain dengan binatang memberinya hasrat untuk menjadi dokter binatang. Nicole Vorias, produser musim pertama The Simple Life, mengenang Paris kerap bercerita binatang peliharaannya. Vorias menyebut Paris yang memiliki ular, kura-kura, tikus, dan beragam macam binatang lainnya ini seperti Michael Jackson.

Meski berkepribadian maskulin, untuk keperluan membeli binatang peliharaan, Paris bertingkah sangat manja dengan menirukan suara bayi biar dibelikan bapaknya. Tiruan suara bayi ini disadari Paris sejak masih balita dan terus dikembangkannya hingga anak-anak.

Nicky sering kesal padanya yang mendadak tampak manis dan manja ketika menginginkan sesuatu. Seiring waktu, Rick mulai menyadari kelakuan Paris ini dan berhenti membelikannya binatang peliharaan. Sejak saat itu, Paris mulai menabung uang jajan hanya untuk melampiaskan hasrat membeli sendiri binatang peliharaan.

Untuk melatihkan kemandirian sejak dini, orangtuanya membelikan rumah untuk di tempatinya tanpa bersama orangtua. Orangtuanya membelikan rumah yang semula milik bintang Charlie’s Angel, Jacqueline Smith, di Bel Air. Rumah tersebut dilengkapi listrik dan air. Di sana, Paris bisa tinggal bersama binatang peliharaan kesukaannya.

Nicky, yang sempat bersamanya di sana, mengenang saat-saat  di rumah tersebut. Paris melakoni keseharian di tengah kebersamaan dengan chinchilla, tikus, mencit, marmut, bahkan kambing. Hanya saja kambing tersebut ditaruh di tempat agak jauh dari rumah. Hal ini dilakukannya agar tak ketahuan orangtua yang kadang mengunjunginya. Rumah tersebut belakangan menginspirasi Paris untuk membangun rumah anjing di halaman belakang rumahnya di Beverly Hills.

Nicky berpisah dalam ruang dengan Paris ketika kakaknya tersebut remaja. Paris tinggal di California sementara Nicky tinggal di Manhattan. Pada saat-saat tertentu, seperti biasa dilakukan liyan, Nicky mengunjungi Paris. Nicky mulai menemukan Paris remaja tampak sangat berbeda dengan Paris anak-anak. Nicky mengungkapkan kakanya kemudian menjadi gadis California’.

Nicky mengenang dalam salah satu kunjungannya, Paris hendak membawanya ke klub malam. Namun Nicky khawatir penjaga akan menolaknya lantaran dia masih di bawah umur. Paris yang ngebet mengajak adik kandung dan sahabat intimnya ini lalu menata badan Nicky.

Garis matanya diberi eyeliner hitam, rokok yang tak dinyalakan ditaruh di tangan, dan dilengkapi asesoris kaca mata. Supaya tak ketahuan masih di bawah umur, Paris meminta Nicky tak usah bicara. Paris meminta Nicky agar bersamanya saja, ikut serta seperti pengunjung lainnya, dan pura-pura merokok.

California mengubah pilihan hidup Paris. Dia  ulai belajar untuk bertingkah dengan kepribadian yang berbeda bahkan kosok bali dari aslinya dalam keadaan tertentu. Hal ini biasa dilakukan untuk mendapatkan ‘sesuatu’ dari laki, salah satu caranya ialah bertingkah lazimnya puan feminin.

Paris banyak mempelajari karakteristik feminine seperti ditulis eksistensialis Perancis, Simone de Beauvoir, dan kemudian berperilaku feminin. Pementasan gender ini, seperti disebut oleh teoretis feminis Judith Butler, selama bertahun-tahun berhasil membikin laki luluh untuk menuruti keinginan puan. Paris menyadari dengan cara ini dia bisa mudah mengendalikan keadaan, seperti meredam kemarahan laki padanya.

Penampilan dan jam malam yang berubah tak membikin kepribadian Paris berubah seluruhnya. Perilaku kesehariannya masih seperti sebelum remaja. Paris gemar memeragakan kesan feminin saat di California walakin kembali menjadi maskulin ketika di Manhattan.

Sesudah melakoni keseharian di California, dia kembali ke Manhattan melanjutkan sekolah menengahnya. Di Manhattan, kegemaran memelihara binatang peliharaan semakin menjadi-jadi. Tak cuma menemani di rumah, bahkan bintang peliharaan di bawa pula ke sekolah.

Hal itu tak hanya sekali dilakoni. Paris sering mengajak sahabat intimnya, Casey Johnson (pewaris Johnson & Johnson), sebagai teman pembawa bintanag peliharaan ke sekolah. Keduanya rajin sama-sama membawa musang dengan dimasukkan ke dalam ransel.

Suasana California membuat Paris menyadari bahwa sisi feminin asik untuk dielaborasi. Terlebih dia mendapat anugerah menirukan suara bayi. Hal ini membuatnya berkembang dengan dua sisi yang hampir seimbang, maskulin dan feminin. California juga membuatnya gemar bermain ke klub malam.

“I act, like, kind of childlike sometimes, it is a fantasy.” Terang puan manis ini.

Paris is Paris, Paris not Paris — stars are blind heartbeat high off my love Alobatnic and The Battle-Mate

Baby Paris, some time in 1983.

Fantasi yang seakan menjadi kebutuhan masyarakat urban mulai menginvasi kehidupan Paris. Tahun 1999, New York Post mulai tertarik dengan pesona kehidupan malam dari Paris dan Nicky.

Salah satu artikel di tabloid tersebut mengulas ringkas tentang Paris sebagai gadis pewaris Hilton paling menarik. Dalam artikel New York Post yang terbit pada 15 Oktober 2000, Paris disebut sebagai model paruh waktu dengan gaya berbusaha celana mengkilap. Sementara Nicky disebut sebagai remaja 16 tahun yang terlihat seperti perempuan 30 tahun yang gemar terlihat minum sampanye dan merokok di klub malam.

Terbitan tersebut mempromosikan keduanya untuk menggelinjang sebagai penghibur. Paris dan Nicky kemudian berpose di majalah Vanity Fair. Keduanya dipotret oleh David LaChapelle pada September 2000. Nicky mengenakan gaun hitam-putih dan Paris mengenakan celana pendek dan jaket perak tanpa bagian atas.

Media massa kembali menginvasi Paris dengan menulis tentangnya sebanyak sembilan kali sepanjang 1999 hingga 2000 dan menerbitkan tujuh belas kisah tentang Paris pada tahun 2001. Dalam salah satu artikel, Paris digambarkan sebagai perempuan nakal, bodoh, dan vulgar.

Artikel tersebut melukis Paris sebagai sosok tanpa muruah dan membikin nama keluarganya menjadi rendah dengan beragam tindakannya. Ungkapan pandir tak membikin Paris langsir. Dia malah mulai memahami bahwa sisi feminin bisa dimanfaatkan sebagai bisnis.

Peluang tersebut benar-benar dimanfaatkan Paris. Perlahan malar dia menjadi pemeran utama dalam tabloid lokal. Semua orang berbicara tentang dirinya hingga ingin Paris dan Nicky datang ke pesta mereka.

Promotor pesta bahkan mulai berani membayar penampilan Paris dan Nicky. Nicky, yang selalu lugu hingga menjadi ibu, bingung dengan hal ini. Dia tak percaya bahwa ada kerumunan orang yang mau membayar mereka hanya dengan kehadiran mereka.

Sesudah lulus sekolah menangah, Paris kembali ke California. Paris kembali ke California saat bertepatan dengan masa-masa industri hiburan sedang memulai pembaruan. Banyak brand baru berhasil mentas pada masa itu, seperti Britney Spears dan Linkin Park.

Kesadaran akan daya tarik yang dimiliki membikin Paris berhasrat ikut serta. Dia segera berusaha menggunakan pesonanya untuk mengambil alih perhatian Hollywood dan media nasional. Paris memahami dirinya sendiri juga keadaan lingkungan yang ditempati.

Perjumpaan Paris dengan Nicole Vorias adalah keberuntungan yang banyak mengubah kehidupan serta menggubah kenangan bagi keduanya. Vorias saat itu merupakan eksekutif pengembangan sebuah perusahaan. Sementara Paris saat itu mulai banyak tampil di media massa bahkan sempat membintangi beberapa film.

FOX Broadcasting Company memberikan tawaran pada Paris untuk membintangi versi reality televisi dari sitcom (komedi situasi) Green Acress pada tahun 2003. Paris menerima tawaran tersebut untuk membintangi musim pertama.

Bunim/Murray Productions, perusahaan produksi bagian dari The Real World menjadi produser pelaksana acara tersebut. Dari sinilah kerja sama Paris bersama Vorias bermula. Keduanya bahu membahu menggelinjangkan tayangan hiburan bertajuk The Simple Life.

Paris, manajemennya, maupun FOX tak terlampau berekspektasi dengan keberhasilan The Simple Life. Saat itu Survivor baru saja menjadi seri megahit reality series di beberapa jaringan televisi.

The Real World memang sudah menguasai panggung MTV lebih dari satu dekade, walakin acara berbau reality belum terlampau menarik di pasaran Amerika Serikat. Hanya saja, Paris tahu diri dia bisa menggunakan tayangan ini sebagai batu loncatan mulai lepas dari bayang-bayang keluarga.

Paris bisa mengarahkan dirinya sendiri. Dia tak hanya menerima arahan tim yang bekerja dengannya. Sejak memula gelinjangan sebagai penghibur, Paris selalu melibatkan diri dalam kerja sama tim yang padu. Dia ikut dalam perancangan, pelaksanaan, hingga pemasaran. Hal ini memberinya pengalaman dalam mengelola brand.

Paris bisa mengarahkan dirinya sendiri pada jalan yang dilalui untuk menjadikannya sebagai ‘sesuatu’. Dia memanfaatkan anugerah ‘suara bayi’-nya untuk menjadi satu pementasan untuk umum melalui tayangan The Simple Life. Tayangan ini merupakan satu gambaran ideal melakoni keseharian yang sumringah tanpa melacurkan muruah.

Di awal karirnya, Paris mencitrakan dirinya sebagai sosok hyper-feminin. Dia memahami dengan bagus kecenderungan khalayak yang mulai lebih perhatian pada kesan yang diperagakan ketimbang kepribadian. Saat itu dia juga menyusun kalimat, Paris talk and the ditziness yang kemudian menjadi satu ungkapan terkenal.

Paris memahami bahwa kata, selain memiliki makna, memiliki nuansa. Ungkapan “That’s hot” misalnya, pada saat dan dengan cara tertentu, ungkapan seperti ini memberi nuansa rasa tersendiri. Hanya saja banyak orang terlampau berpikiran cemar dengan citra hyper-feminin seperti dipentaskan Paris.

Meskipun The Simple Life dirancang sebagai tayangan reality untuk mengambil alih perhatian jaringan televisi dan tabloid, program ini berbeda dari kebanyakan reality show. Misalnya rancangan Keeping Up yang dibintangi oleg Kardashian dan Kendra, menggunakan alur cerita eksploitasi tabloid bintang untuk menunjukkan mereka adalah sosok papan atas, The Simple Life justru di-set-up untuk menunjukkan Paris bertingkah konyol. Jika Keeping Up adalah tayangan tentang pengaruh ketenaran terhadap keluarga, The Simple Life adalah tayangan tentang pertentangan kelas sosial.

Paris gemar beganti penampilan. Mulai dari gadis party yang sexy hingga mamah muda yang anggun. Ketika berada di Ibiza, dia kerap berpenampilan laiknya Barbie. Tapi ketika berada dalam acara amal, dia tampil santun dengan gaun tertutup. Tergantung situasinya saja.

Paris memahami kepantasan penampilan, di ranah privat maupun di ranah publik. Hal ini membuatnya tak melulu memeragakan fantasi tiruan suara bayi. Manipulasi suara asli, selain diperagakan dalam insutri hiburan, hanya sesekali dipentaskan saat bersama teman-teman.

Paris bukan orang pertama yang memeragakan manipulasi suara asli mereka. Contoh paling bagus adalah Michael Jackson, penghibur yang sangat dikagumi Paris sekaligus teman ibunya.

Jackson berhasil memanipulasi suaranya hingga terdengar khas ketika sedang mentas. Sementara untuk kesehariannya, suaranya bisa menjadi amat berbeda. Bedanya kalau Michael Jackson melakukannya kemudian menjadi The King semasa Bush Sr., Paris melakukannya kemudian menjadi The Queen sejak zaman Bush Jr.

Tiga belas juta penonton menyaksikan tayangan The Simple Life pada Desember 2003. Sebagai perbandingan, jumlah penonton terbanyak untuk episode Keeping Up hanyalah 4,8 juta saja. “It's nice to inspire people,” ungkap Paris pada Yahoo Style ketika ditanya tentang Kim Kardashian, bintang utama Keeping Up.

Pada tahun 2004, Paris menjadi orang paling diincar media massa. Namanya sejajar dengan sahabat intimnya, Britney Spears. Hal ini membikinnya semangatnya berlipat untuk terus riang menggelinjang menekuni industri.

Nama Paris Hilton mulai dipakainya sebagai brand parfum yang dikelolanya. Suaranya yang
khas membuatnya yakin diri merambah ranah musik. Berbekal suara khas serta nama yang sudah dikenal luas, Paris pun merilis langgam tunggal berjudul Stars are Blind.

Langgam tunggal ini menginspirasi Lady Gaga yang saat itu masih menjadi pengisi suara dalam album Britney Spears untuk tampil sebagai penyanyi solo. Beberapa waktu kemudian, langgam tunggal tersebut disusuli dengan perilisan album penuh berjudul PARIS.

Tahun 2006 adalah masa-masa ketika Paris pantas menikah. Namun dia tak buru-buru melakukan itu. Pada saat perempuan seusianya sibuk mencari atau menanti pinangan suami atau hidup dari kekayaan keluarga, Paris fokus pada pekerjaan dan mulai membangun kerajaan bisnisnya sendiri.

Paris tak menjejak Nicky dan Britney yang memulai kehidupan berkeluarga dan berumah tangga pada masa-masa tersebut. Dia ingin terus berjuang untuk bisa mendapatkan segala yang diinginkan sekaligus memberikan rasa bahagia pada keluarganya.

Paris hanya ingin kelahirannya tak menyulitkan liyan dan tak ingin dirinya terus dibayangi kebesaran keluarganya. Dia hanya ingin mapan sebagai dirinya sendiri, yang membahagiakan liyan terutama orangtuanya.

“I like being able to get whatever I want, when I want. I don't think I would feel as happy if I was just accepting things from my family. You don't feel like you've worked for it, and it just doesn't feel as good.” ungkapnya.
Paris Hilton with her parents, Kathy & Rick Hilton, on July 05 1996.
Paris berhasil dengan kecerdasannya dalam memanipulasi suara. Suara bisa menjadi salah satu perantara untuk memahami kepribadian seseorang. Suara Avril Lavigne dan Britney misalnya.

Ketika kita mendengarkan suara Avril Lavigne dalam Sk8er Boi, kita seakan terbujuk untuk menyebut kalau Avril adalah seorang yang baddas. Atau suara Britney Spears dalam Toxic yang merangsang untuk menyebutnya perempuan penggoda.

Suara bayi sendiri terkesan muda, polos, dan halus. Hampir semua orang menyukai bayi bukan?

Paris memula karir sebagai penghibur dengan banyak menerima sematan sampah oleh orang-orang pandir. Banyak warga Los Angeles mengernitkan dahi menyaksikan kesan yang diperagakan Paris. Mereka menyebut Paris hanya memanfaatkan ketenaran nama dan gelimangan harta.

The Simple Life, di satu sisi menjadi batu loncatannya untuk mewujudkan impiannya untuk membanggakan sekaligus lepas dari bayang-bayang nama besar keluarganya. Di sisi lain, The Simple Life mencederai nama baiknya.

Sesudah The Simple Life menjadi hit, banyak orang tak ingin bekerja dengan Paris. Paris, selain menerima semat sebagai sampah masyarakat, juga bisa membikin orang lain seolah menjadi sampah.

Dia laiknya air keruh yang ketika setetes saja mencampuri air bening, air bening itu tak lagi bening. Lindsay Lohan sempat mengalaminya. Ketika dia kedapatan berpesta bersama Paris, sontak Lindsay menerima hantaman telak.

Lindsay yang sudah dikenal sebagai penghibur papan atas kala itu, disebut telah jatuh ke dasar jurang hingga harus kembali berjuang. Hal tersebut ditulis oleh Nancy Jo Sales dan terbit melalui Vanity Fair. Nancy jugalah orang yang menulis profil Paris untuk majalah tersebut pada tahun 2000.

Riak risakan tak mengenakkan perasaan yang terus menghentak dari khalayak tak membikin Paris langsir tergeletak. Justru kehadiran dan bertahannya Paris sebagai penghibur membikin penghibur lawas papan atas mulai terkoyak. Selain ada yang merasa terhibur dengan The Simple Life, cacian yang disematkan pun ikut serta mempromosikan tayangan ini.

The Simple Life menjadi pemantik program reality show yang muncul belakangan. Mulai dari The Hills, Real Housewives, Moms Dance, hingga Honey Boo Boo, adalah beberapa contohnya. Paris seakan menikam jejak Oprah Winfrey yang memantik semangat untuk merancang acara talk show.

Keberhasilan The Simple Life membikin beberapa orang terabaikan bergairah kembali ke permukaan. Mereka ingin bertemu dengan Paris, bekerja sama dengannya, dan berkembang bersama-sama. Saat sebagian orang melihat Paris dengan rasa tak senang, sebagian orang melihat bahwa Paris datang membawa peluang.

Vorias menjadi salah satu orang yang bahagia akan kedatangan Paris. Dia merasakan dampak dahsyatnya. Jika sebelumnya Vorias harus bersusah payah mencari orang untuk bekerja sama dengannya, sesudah bersama Paris, dia justru kerap diajak kerja sama orang lain. Banyak orang datang membawa gagasan mengunjunginya secara berantai.

Paris membentuk sebuah kesan yang memengaruhi dunia hiburan melalui tayangan The Simple Life. Kesan tak sekedar merek dagang, desain, slogan, atau gambaran yang mudah diingat belaka. Kesan merupakan sesuatu yang sengaja dibentuk untuk mengikat yang di-‘kesan’-kan dengan sasaran.

Paris pintar memanfaatkan setiap keadaan yang terjadi padanya untuk membentuk kesannya. Misalnya dalam satu peristiwa ketika dia sedang jalan-jalan di Robertson Boulevard. Beberapa orang datang melemparinya dengan beragam pertanyaan yang hampir semuanya tak digubris Paris hingga dia mendengar satu pertanyaan yang ‘bagus’ untuk dijawab. “Siapa nama anjingmu?” Tanya salah seorang.

Paris lalu tersenyum, menarik nafas sejenak, dan dengan nyelekit-nya dia menirukan suara bayi untuk menjawab pertanyaan itu dengan, “Marilyn Monroe.”

Selanjutnya, dia hanya diam saja. Melanjutkan jalan-jalan dan bertingkah jual mahal pada kerumuman. Setelah berhenti sejenak untuk di-jeprat-jepret, Paris bergegas masuk ke dalam mobil kemudian memutar Piece of Me-nya Britney Spears dengan suara kencang. Dan pergi begitu saja.

Paris menjadi terkenal dengan gaya berbusana mewahnya. Dia merupakan salah satu sosok yang memberikan terobosan jitu dalam sejarah Hollywood, namun hanya sedikit orang melihatnya di tahun-tahun awal karirnya.

Nancy Jo Sales, melalui bukunya The Bling Ring, memosisikan Paris sebagai simbol individualis yang merusak tatanan sosial sepanjang dekade 2000-an. Ketika orangtua yang kaya raya menghabiskan banyak uang untuk mendongkrak gengsi hingga membiayai pesta ulang tahun anaknya, misalnya.

Newsweek menerbitkan berita utama berjudul Girls Gone Bad: Celebs and Kids pada 02 November 2007. Dalam artikel tersebut, Paris digambarkan sebagai sosok sangat cemar.

Artikel itu sendiri mengulas tentang anak-anak yang dibombardir dengan gambar vulgar dan jorok. Kathleen Deveny, penulis artikel tersebut, dengan nuansa paranoid menulis, “Apakah kita membesarkan generasi LA yang oleh ibu-ibu disebut sebagai prosti-tots, gadis-gadis berpakaian seperti kue tar, dan hidup dengan gaya mewah?”

Celaan ini mengabaikan berbagai usaha membantu liyan yang dilakukan Paris. Sepanjang karirnya, Paris telah menjadi relawan untuk beberapa badan sosial, terutama yang bertujuan membantu perempuan dan anak-anak.

Melalui Paris DJed, Paris menyalurkan bantuan untuk anak-anak kurang mampu. Dia juga ikut serta dalam India School Project, sebuah organisasi yang menyediakan akses mudah ke sekolah bagi anak-anak dan membiayai program perbedaan perempuan di India.

Paris juga membangun sekolah. Membentuk satu kelompok mandiri dengan merancang ‘program ayam’. Program ini dirancang dengan memberikan modal ayam untuk dikembangbiakkan, lalu dari hasilnya ini digunakan untuk membantu anak-anak maupun memberikan bayaran pada para guru.

The Starlight Children's Foundation serta The Make-A-Wish Foundation adalah lembaga lain yang menjadi tempat penyalur jiwa berbagi dan empati yang Paris miliki.

“I feel that I have been so blessed in life that it is my duty to give back. I love being a philanthropist and shining light on causes I believe in. It is such a wonderful feeling to help others. There is nothing more rewarding than giving back and making a difference in the world to those in need.” tutur puan pirang periang ini.

Paris is Paris, Paris not Paris — stars are blind heartbeat high off my love Alobatnic and The Battle-Mate

Enjoying reading Sun Tzu's 'The Art of War'.
Paris memasuki industri hiburan sebelum masa media sosial meriak kehidupan. Pada masa untuk bisa tampil di media massa  asih menjadi hal sulit, dia justru menarik media massa untuk terus mengikutinya.

Pengalaman tersebut membuatnya akrab dengan beragam pujian serta cacian. Walau demikian, segala pujian dan sanjungan tak membuatnya melayang, seperti halnya hinaan dan caci maki tak membuatnya kehilangan nyali.

“I really don't care what people think about me,” ungkap Paris. Baginya, caci maki serasa seperti puji, sementara pujian hanya suara sumbang terdengar merdu. Badai yang datang dia hadapi seolah hanya hujan. Terik matahari terasa sejuk saja. Tak ada masalah yang membikinnya depresi dan frustasi seperti pernah dialami Britney.

Nicky menyebut Paris sebagai sosok mujtahid dan mujaddid, penjebol pakem lawas serta pencetus pakem baru. Paris bukannya tak pernah mengikuti pakem yang berlaku, hanya saja dia tak sekedar mengadopsi walakin mengadapatasi untuk dikembangkan sendiri.

“[Paris] is a rule breaker. She doesn't follow the rules.” Terang Nicky mengagumi kakak dan sahabat intimnya.

Sebagai penjebol pakem, tak sedikit menyebut Paris sebagai sosok genius. Dengan jiwa empati yang membuatnya ikut serta merasakan rasa liyan, banyak kaum homoseksualitas memuji Paris sebagai pelopor yang radikal.

Paris dengan perasaan biasa-biasa saja ikut serta dalam pesta mereka di Lower East Side dan Bushwick (keduanya di Manhattan) dengan menjadi DJ. Dengan santai Paris memainkan lagunya Stars are Blind di antara lagu-lagu punk-dance seperti Deceptacon-nya Le Tigre.

Paris melalui masa ketika hidupnya dirisak dengan beragam cacian dan sikap kebencian yang dialamatkan padanya. Dia menjalani kehidupannya selepas kepala dua sebagai sosok antagonis bagi kaum ‘moralis’.

Paris nyaris lebih karib dengan pandangan negatif alih-alih positif. Walau demikian, keberhasilannya dalam membangun kerajaan bisnis sendiri, hidup sebagai dirinya sendiri, lepas dari bayang-bayang keluarga, adalah fakta bahwa Paris adalah sosok hebat.

Hanya saja untuk urusan asmara, Paris belum menunjukkan tanda-tanda ingin menikah maupun segera memiliki keturunan. Dia sering tertangkap oleh paparazzi ketika kencan dengan beberapa laki, namun belum sekalipun dia mengungkapkan keinginannya memula kehidupan berkeluarga dan berumah tangga. Bahkan Paris rela dilangkahi oleh Nicky dalam hal pernikahan. Nicky, adiknya yang selalu lugu, bahkan kini sudah menjadi ibu.

Keengganannya untuk segera menikah berbanding terbalik dengan Kim Kardashian. Kim, yang pernah menjadi asisten paling taat Paris, segera menikah sejenak setelah menjadi terkenal.

Hubungan Paris dan Kim semula sangat erat. Hanya saja secara misterius, keduanya kini dianggap terlibat perang dingin. Sebagian menganggap bahwa Paris jealous saja pada keberhasilan Kim.

Hanya saja ungkapan itu rasanya tak memiliki alasan kuat. Bukankah Paris masih merawat hubungan intimnya dengan Britney yang notabene sangat digandrungi banyak orang?

Sebagian orang memuji kelihaian Kim dalam berkarir. Kenyataannya Kim banyak menikam jejak Paris sepanjang berkarir. Rasanya tak ada gunanya membandingkan rekam jejak keduanya secara rinci. Kasihan Kim bukan?

Kim boleh saja kini memiliki tingkat keterkenalan yang seolah melampaui Paris. Namun Paris, sejak awal karirnya, sudah memiliki pandangan jauh ke depan. Tanpa melanjutkan penampilannya di dunia hiburan, Paris masih bisa hidup seperti biasanya.

Paris lebih memilih mengerahkan segala daya dan upaya untuk membangun ‘kerajaan’-nya alih-alih mendapatkan keterkenalan. Dia berhasil mendirikan toko fesyen, parfum, dan kerap menjadi DJ.

Kebiasaan menabung saat masih anak-anak terus diamalkan hingga melampaui kepala tiga. Menambang uang saat menjadi penghibur menjadi sebagian caranya untuk membangun kerajaan hingga berdiri kukuh. Banyak tempat sudah ditanami dengan rantai bisnisnya menggunakan brand Paris Hilton.

Paris selalu berkembang dalam banyak hal. Dia tak pernah berpuas diri dengan segala pencapainnya sekaligus gemar berbagi kepada sesama. Paris mewujudkan rasa syukur pada Sang Hyang Widhi dengan cara memaksimalkan segala anugerah yang diberikan-Nya padanya.

Rasa kesal pada media yang menggambarkan Paris sebagai sosok yang murahan, bodoh, dan sampah cukup beralasan. Dia tak selalu seperti yang orang lain ungkapkan dengan nada sumbang.

Boleh saja orang lain mencibir semua diraih Paris lantaran ia memiliki modal dana yang bergelimang dari keluarganya. Namun bukankah Paris mulai menapaki tangga keberhasilannya dengan modal tahu diri dan kecerdasan yang dimiliki?

Dia tahu bahwa ‘suara bayi’-nya bisa dijual sebagai modal awal. Paris cerdas dalam membaca dan mengendalikan keadaan. Sejak saat itu, dia terus berkembang ‘merentangkan sayap mencengkeramkan cakar’-nya ke beragam penjuru planet Bumi.

Paris memberikan gagasan brilian untuk bisa bekerja dengan rasa riang tanpa meninggalkan kewajiban yang diemban. Dia memiliki kebiasaan bangun pada pukul 5 pagi dan nomaden hampir setiap hari.

Paris berhasil memadukan kerja, liburan, dan kegiatan sosial ke dalam satu waktu 24 jam sehari dan 7 hari sepekan. Dia juga sangat menyukai kebersihan dan keindahan lingkungan, baik fisik atau tak fisik. Dia tak merasa muruahnya turun saat dia membersihkan lingkungannya sendiri. Dia juga tak merasa beda, rendah atau tinggi, dengan liyan dengan kebiasaannya membaca buku.

Beragam kegiatan yang memaksa Paris untuk nomaden membuatnya memanfaatkan fasilitas telepon seluler (ponsel). Dia memiliki empat iPhone yang selalu dibawa sebagai pusat pengendalian ‘kerajaan’. Sementara untuk pusat pengelolaan harian dalam bentuk fisik ditempatvan di Beverly Hills.

Apa lagi yang hendak Paris lakukan ketika di usia 36 tahun dia sudah mencapai lebih dari kebanyakan orang lakukan seumur hidup? Dia menghentak khalayak jauh sebelum perusahaan start-up seperti Facebook menginvasi teknologi.

Dengan ketenaran nama dan gelimangan harta yang kini dimiliki, Paris tetaplah rendah hati. Dia terus mencintai orangtua, keluarga, sahabat, dan gurunya. Paris tak gengsi mengakui bahwa dia adalah penggemar beberapa pesohor seperti Madonna. Dia juga tetap menjadi sahabat erat sepanjang hayat menggelinjang.
 
Paris is Paris, Paris not Paris — stars are blind heartbeat high off my love Alobatnic and The Battle-Mate

Kathleen Elizabeth Avanzino (Kathy) & Richards Howard Hilton (Rick)
Together since they were teenagers being amazing and supportive parents.
Paris sangatlah manusiawi. Dia merupakan insan, sosok berperasaan. Dia juga basyar, dengan penampilan menawan. Dia pun naas, yang membaur dalam lingkungan. Apa yang istimewa darinya?


B.Jm.Lg.151149.37.190816.10:17