— pemula gelora kajian keilmuan
![]() |
Iona Tatkala Kirana Surya Bermula
[Sumber: heartbeatjourney.org]
|
Gerhana
menjadi peristiwa penting dalam linimasa peradaban manusia di planet Bumi. Semula,
peristiwa tersebut ditaggapi dengan menggunakan ragam macam mitos. Saat terjadi
gerhana, orang-orang di Bumi bergegas menyelamatkan Surya atau Bulan dengan
bersama-sama membikin kebisingan. Melalui kebisingan ini mereka berharap supaya
gerhana segera sirna.
Mitos
seperti ini tak hanya terjadi di tanah Jawa dengan cerita ‘Srengengene dipangan Butho’ (Jawa: Suryanya dimakan Raksasa). Di
belahan wilayah lain, mitos seperti inipun ada. Entah bagaimana caranya, setiap
generasi peradaban manusia di planet Bumi, selalu saja ada titik temu jitu. Ada
kecenderungan yang berlaku pada setiap masa yang hingga kini tak pernah sirna
juga.
Lamat-lamat
malar, manusia meninggalkan mitos tersebut sesudah melihat adanya pola keteraturan
dalam peristiwa gerhana. Pola keteraturan alamiah yang terus menerus berjalan
tanpa perlu menghadirkan kebisingan untuk ‘menyelamatkan’ kirana Surya atau Bulan
dari temaram saat gerhana.
Tak jelas behind the scene penangkapan pola ini.
Entah memang berupaya memperhatikan, entah karena malas lalu tiba-tiba mendapatkan,
entah ada sosok yang datang membuka jalan pemahaman. Yang jelas, manusia menyadari
bahwa gerhana terjadi dengan pola teratur yang berulang sendiri.
Pemahaman
terhadap pola keteraturan membikin bangsa Babilonia kuno yang menduduki wilayah
Mesopotamia sanggup memperkirakan masa terjadi gerhana lagi. Perkiraan mereka
cukup akurat meski belum disertai pemahaman terhadap penyebab terjadinya
gerhana. Mereka memulainya dengan gerhana Bulan dan perlahan dilanjutkan dengan
gerhana Surya. Dari situlah pemahaman bahwa peristiwa alam memiliki keteraturan
mulai menggelora.
Gelora mencari
tahu pola keteraturan peristiwa alam mulai meraja sesudah gagasan brilian
diberikan oleh seorang laki bernama Thales (Θαλῆς). Sosok misterius asal
Miletus (kini Turki) ini diperkirakan mendiami planet Bumi sepanjang 624 hingga
546 sebelum masehi (SM). Dia memberikan gagasan mengenai pola keteraturan ini
yang dimulai dengan mengajakserta masyarakat (kawulo alias rakyat dan gusti
alias pejabat) di kampung halamannya, Iona.
![]() |
Thales
(Θαλῆς)
[Sumber:
Wikipedia]
|
Secara khusus,
Thales mendapat apresiasi menawan atas keberhasilannya memperkirakan dengan
jitu terjadinya gerhana Surya pada tahun 585 SM. Tak ada peninggalan karya
tulis dari Thales yang bisa ditemukan, namun semua sepakat bahwa dialah sosok keren
pencetus gagasan baru dalam melakukan ijtihad.
Gagasan
Thales membuka gerbang petualangan panjang tanpa henti yang dilakoni manusia
hingga kini. Petualangan atas dasar keyakinan bahwa alam semesta memiliki keteraturan
yang dapat dipahami. Kejadian yang tampak sulit dan komplit dapat disederhanakan
melalui penjelasan rapi dan rinci.
Thales
memulai gelora ini melalui kampung halamannya yang disebut Iona. Thales menjadikan
Iona sebagai batu loncatan mengagumkan. Pada masanya, Iona yang masuk wilayah
Yunani merupakan pusat ilmuwan yang kirananya meluas hingga Turki dan Italia.
Karya
ilmuwan Iona dikagumi melalui perhatian kuat dalam menggali aturan-aturan dasar
yang bisa menjelaskan fenomena alam. Aturan dasar tersebut disusun dengan cara
yang bisa dinalar sehingga tak menutup diri untuk bisa dimengerti oleh orang
awam. Karya mereka tak sebatas bisa dicoba melalui pengamatan, namun bisa juga
melalui pemikiran.
Karya dari
Anaximandros (Ἀναξίμανδρος)
misalnya. Sahabat Thales yang mendiami Bumi sepanjang 610-546 SM, mengungkapkan
pendapatnya bahwa manusia adalah keturunan yang tumbuh lebih bagus dari spesies
sebelumnya.
![]() |
Anaximandros (Ἀναξίμανδρος)
[Sumber:
wikipedia]
|
Pendapatnya
ini dikuatkan dengan pernyataan bahwa karena bayi manusia tak berdaya saat
lahir, jika manusia pertama muncul sebagai bayi seorang diri, makan tak akan
bertahan hidup alih-alih tumbuh tua dan berkembang dewasa. Warisan Anaximandros
mangkrak lama hingga bisa dihidupkan lagi pada abad 19 oleh Charles Robert
Darwin melalui karya yang dikenal dengan teori evolusi.
Dalam
banyak hal, karya Iona bahkan bisa memberikan kesimpulan yang tak jauh berbeda
dengan kesimpulan yang didapat saat ini. Salah satu pesona yang belum sirna
hingga kini dari Iona adalah gagasan yang dikenal dengan teorema Pythagoras.
Teorema
ini menyebutkan bahwa kuadrat sisi terpanjang dari segitiga siku-siku sama
dengan jumlah kuadrat dua sisi yang lain. Acuan paling mudah teorema ini dapat
ditulis menggunakan persamaan 32 + 42 = 52.
Sosok
bernama Pythagoras (Πυθαγόρας) sendiri diceritakan mendiami Bumi selama kurun
masa 570-495 SM. Walau teorema tersebut disematkan pada Pythatoras, tak ada
yang berani memberikan kepastian kalau dialah yang memberi gagasan abadi ini.
Gagasan ini terbukti tepat dan tetap sejak semula di-jlentrehkan hingga saat ini.
![]() |
Pythagoras
(Πυθαγόρας)
[Sumber:
wikipedia]
|
Tersiar pula
kabar bahwa Pythagoras menemukan hubungan antara senar yang dipakai dalam alat
musik dan kombinasi harmonik suara yang dihasilkan. Penemuan Pythagoras menyatakan
bahwa jumlah getaran setiap satu satuan waktu (frekuensi) dari senar yang
bergetar dalam tegangan tetap berbanding terbalik dengan panjangnya. Supaya
lebih mudah, pernyataan menggunakan paduan kata disertai dengan angka.
Penemuan kedua
pun abadi. Kini kita bisa melihat penerapan penemuan Pythagoras pada perbedaan
dua bass dan gitar. Senar bas lebih panjang ketimbang senar gitar. Semula
‘penemuan’ kedua Pythagoras dinamakan formula matematika namun seiring
berjalannya waktu hal itu dinamai fisika teori.
Empedocles
(Ἐμπεδοκλῆς), yang mendiami
wilayah Sicìlia (kini Italia) sepanjang kurun masa 490-430 SM, iseng mengamati wadah
air yang disebut clepsydra. Alat ini
berbentuk bola dengan leher terbuka dan lubang-lubang kecil di bagian bawahnya.
Empedocles penasaran dengan cara kerja alat ini.
![]() |
Peninggalan
clepsydra di Museum Ancient Agora Athens.
Clepsydra
adalah peninggalan asli dan bawah tiruan.
[Sumber: wikipedia]
|
Kalau clepsydra dicelupkan ke dalam cairan
alat ini akan terisi. Lalu ketika terbukanya itu ditutup, alat ini akan bisa
mengangkat cairan keluar tanpa menumpahkan isinya meski terdapat lubang di
bawahnya.
Keisengan
Empedocles ini melatarbelakangi pendapatnya bahwa ada sesuatu tak terlihat mata
yang membikin air tak tumpah kalau leher clepsydra
ditutup dan akan segera tumpah kalau dibuka. Kini ‘sesuatu’ itu dikenal dengan
sebutan udara.
![]() |
Empedocles (Ἐμπεδοκλῆς)
[Sumber: wikipedia]
|
Tak lama
berselang, penghuni Iona tak mau kalah memberikan sumbangan gagasan brilian.
Democritus (Δημόκριτος), penghuni bagian utara Iona sepanjang 460 hingga 370
SM, melakukan keisengan lainnya.
Dia
memotong benda menjadi bagian-bagian kecil. Pemotongan terus menerus hingga dia
sulit memotongnya lagi. Setelah tak kuasa melanjutkan keisengannya, Democritus
mengungkapkan pendapatnya bahwa setiap benda tersusun atas bahan dasar tang tak
dapat dipotong lagi.
![]() |
Democritus
(Δημόκριτος)
[Sumber: wikipedia]
|
Bahan
dasar yang tak dapat dipotong dalam bahasa kuno Yunani disebut atom (a = tidak dan tom = dipotong).
Ketika gagasan ini diungkapkan, diyakini bahwa atom adalah bahan dasar paling kecil.
Hanya saja
saat ini pengembangan gagasan menyebutkan bahwa atom pun terdiri dari bahan
dasar yang lebih kecil lagi. Setelah ditemukan proton, neutron, dan elektron sebagai bahan dasar paling kecil,
kini sudah dikenal quark dan lepton sebagai bahan dasar ketiganya.
Meski demikian,
gagasan Democritus bahwa terdapat bahan dasar penyusun setiap bahan ini tetap
abadi. Tak masalah kalau bahan dasar itu bukanlah atom seperti dia yakini. Dia
pun saat itu sudah meyakini bahwa peristiwa terkait benda merupakan hasil
benturan bahan dasar pamungkas terkecil itu.
Pendapat
yang dijuluki atomisme ini menyatakan
bahwa semua atom bergerak di sekitar ruang kosong dan tak akan berhenti jika tak
ada gangguan. Belum ada yang bisa memastikan mengapa harus ada ruang kosong
itu, namun pandangan ini mengilhami gagasan yang kini disebut sebagai hukum kelembaman
(kemalasan mengubah posisi semula).
Tak lama
berselang, gagasan brilian kembali menjulang. Aristarchus (Ἀρίσταρχος),
penghuni Iona sepanjang rentang 310 – 230 SM, memberikan gagasan bahwa Bumi bukanlah
pusat jagad raya. Generasi Aristarchus disebut sebagai generasi emas terakhir
yang terlahir di Iona.
![]() |
Aristarchus (Ἀρίσταρχος)
[Sumber: wikipedia]
|
Gagasan
Aristarchus sendiri disertai hasil pengamatan (data) yang dianalisa melalui
perhitungan. Dia menghitung ukuran bayangan Bumi pada bulan selama terjadi
gerhana Bulan. Gagasan ini menjadi satu-satunya karyanya yang terus menerus
bertahan dengan kesimpulan tak terbantahkan.
Dari
perhitungannya, Aristarchus menyimpulkan bahwa Surya pasti jauh lebih besar
dari Bumi. Karena saat itu berlaku pandangan bahwa benda kecil akan cenderung mengelilingi
benda besar, tak bisa dibalik, kesimpulannya disusuli bahwa Bumi bukanlah pusat
dari jagad rata. Menurutnya, Bumi adalah salah satu benda yang mengelilingi Surya.
Aristarchus
pun meyakini bahwa bintang-bintang yang berkilau saat temaram malam seperti
Surya namun letakanya sangat jauh dari Bumi. Pendapat ini memang sempat mangkrak namun kini berlanjut lebih
‘sinting’ lagi. Pengembangan gagasan Aristarchus berlanjut hingga menyebutkan
bahwa Surya pun mengorbit pada benda yang jauh lebih besar lagi. Misalnya kita
mulai mengenal dengan Galaksi.
Hampir dua
abad kemudian, sepanjang rentang 287-212 SM, hiduplah sosok ‘sinting’ bernama
Archimedes (Ἀρχιμήδης). Dia dihormati sebagai fisikawan agung dari zaman yang
disebut zaman kuno. Archimedes berhasil menyumbangkan gagasan abadi berupa tiga
hukum fisika yang dirumuskannya.
![]() |
Lakaran Archimedes (Ἀρχιμήδης)
oleh Fetti (dibuat tahun 1620 M)
[Sumber: wikipedia]
|
Gagasan
pertama Archimedes menjelaskan tentang sedikit forsa (force, gaya) yang diberikan pada hulu pengungkit dapat mengangkat
beban berat karena perbandingan jarak dan titik tumpu beban pada pengungkit
bisa menggandakan forsa yang diberikan pada hilirnya.
Gagasan keduanya
menjelaskan mengenai forsa tekan ke atas (gaya apung). Setiap benda yang
dicelupkan ke dalam sebuah cairan akan mengalami forsa tekan ke atas yang
forsanya sama besar dengan berat cairan yang dipindahkan (misalnya tumpah).
Gagasan kedua
ini membikin dia disebut sinting karena saking girangnya dia lupa belum mengenakan
pakaian saat berupaya memamerkan yang ditenemukan. Kegirangannya diserta dengan
teriakan eureka, yang geloranya terus
menggema sepanjang masa.
Eureka yang berarti ‘Sudah kudapatkan’ berkembang
menjadi istilah. Secara istilah, Eureka
didefinisikan sebagai a cry of joy or
satisfaction when one finds or discovers something. Secara serampangan, eureka adalah ungkapan rasa syukur saat
berhasil menemukan sesuatu yang baru.
Gagasan ketiganya
menegaskan bahwa sudut antara berkas cahaya dan cermin datar sama dengan sudut
antara cermin dan berkas cahaya yang terpantul. Hanya saja gagasan ini tak
disertai acuan pengamatan dan pengukuran.
Pada masa
sekarang, Bangsa Iona terus dikenang dengan warisan tak lekang sepanjang zaman.
Sayang, pada masa mereka, juga terdapat masyarakat serupa. Masyarakat yang
getol unjuk peran dengan masing-masing budaya yang berbeda bahkan berlawanan.
Karya Iona
banyak disukai hingga bisa kuat memengaruhi sampai kini lantaran pandangan mereka
terlihat tidak memberi tempat pada gagasan ‘kehendak bebas’. Karya mereka tak
perlu melibatkan adanya sosok adialami (supranatular)
yang saat itu dipahami sebagai Tuhan. Kehendak bebas yang tak diberi tempat
membuat bangsa Iona yakin bahwa sesungguhnya manusia pun tak memiliki kehendak
bebas lantaran disusun oleh benda dasar yang terikat oleh hukum alam.
Dua
gagasan dalam karya mereka inilah yang banyak ditolak hingga sempat mangkrak. Gagasan tak melibatkan peran
Tuhan ditentang keras oleh Epicrus (Ἐπίκουρος) (341-270 SM). Dia menolak dengan
keras pandangan atomisme dengan
alasan bahwa lebih elok mengikuti mitos para dewa ketimbang menjadi ‘budak’ takdir
para ilmuwan alam. Aristotélēs (Aριστοτέλης) (384-322 SM) pun menolak pandangan
atomisme. Dia tak dapat menerima
bahwa manusia disusun atas benda-benda kecil tak berjiwa.
![]() |
Epicrus (Ἐπίκουρος)
[Sumber: wikipedia]
|
Sayang
memang derap tegap saat itu sempat mangkrak
tak mengalami pengembangan. Sempat ada masa sesudahnya ketika karya dari Iona
tak dikembangkan dan manusia sudah cukup puas sekedar mendaur ulang bahkan Iona
pun sempat terlupakan. Seperti karya mereka mengenai alam semesta yang menyebutkan
bahwa Bumi bukanlah pusat jagad raya sempat mangkrak
sangat lama.
![]() |
Aristotélēs (Aριστοτέλης)
[Sumber: wikipedia]
|
Sekitar
dua milenium kemudian karya ini dihidupkan oleh Galileo Galilei. Serupa dengan
nasib karya Iona yang ditolak, kali kelahiran Pisa, Toscana, 15 Februari 1564 pun
harus mengalami kehidupan yang dirisak. Walau kemudian karya ini kembali hidup
dan menjadi ranah kajian sendiri. Stephen William Hawking, yang lahir tepat
tiga abad sesudah Galileo Magnifico
wafat, adalah salah satu pemeran penting
dalam hal ini, meski kisah cintanya melukai hati.
![]() |
Lakaran Galileo Galilei oleh Giusto
Sustermans (dibuat tahun 1636)
[Sumber: wikipedia]
|
Karya yang
mereka berikan mencerminkan pandangan yang sudah berlaku sejak saat itu. Mereka
memulai pandangan mengenai mengapa
peristiwa alam seperti itu, bukan mengenai bagaimana
peristiwa alam seperti itu. Sayang,
gagasan brilian tak disertai aturan yang mengatur cara pengujian gagasan.
Cara
pengujian baru beberapa abad lampau disusun dan dikenal dengan metode ilmiah.
Gagasan yang tak hanya melalui pemikiran walakin hingga disertai perhitungan
pun mudah di-mangkrak-kan ketika
terjadi perbedaan maupun pertentangan.
Mereka
juga belum memberikan batasan jelas antara hukum alam dan hukum sosial. Batasan
yang memberi pembedaan cakupan ini baru mulai diberikan oleh Stoicism, pesantren
ilmuwan yang dibangun oleh Zeno (Ζήνων) sekitar awal abad ketiga SM.
![]() |
Zeno (Ζήνων) pendiri
Stoicism
[Sumber: wikipedia]
|
Hanya saja
mereka memasukkan aturan tata krama manusia, misalnya menghormati orangtua, ke
dalam hukum alam. Hal ini lantaran mereka memandang bahwa tata krama berlaku
universal.
Sebaliknya,
serentetan peristiwa fisika dimasukkan dalam wilayah hukum sosial. Hal ini lantaran
meraka memandang proses tersebut butuh pemaksaan walau mereka sebernya sadar
bahwa obyek hukumnya tak berjiwa.
Cukup
menggelitik memang. Bayangkan saja, kalau kita susah meminta manusia membuang
sampah pada tempatnya, bayangkan kita meminta Surya memancarkan kirana seperti kita
saksikan dalam keseharian!
B.Jm.Wg.071149.37.120816.00:38