Rahwayana


Restoe Boemi Come Back Rhapsody
 


Maulana Jalaluddin Rumi pernah berkata, “Tak ada yang kau ketahui kecuali namanya, itulah cinta.” Bagi yang tak kenal Rahwayana (sebutan lain untuk epik asmara Ramayawana) tentu boleh hidup di atas dunia, tetapi mungkin hidup yang kurang lengkap. Terdapat ribuan versi tentang Rahwayana. Banyak yang salah menyebutkan bahwa Resi Walmiki adalah pengarang tunggal Rahwayana. Resi Walmiki hanya salah satu. Jauh sebelum Resi Walmiki, cerita Rahwayana sudah ada.

Cerita Rahwayana begitu kompleks. Bercerita tentang Rama Wijaya dari Ayodya yang menikah dengan putri dari Mantili yang bernama Dewi Sinta. Pernikahan ini sakral karena dianggap pernikahan antara langit dan bumi. Dewi Sinta mewakili bumi, Sinta atau Siti artinya tanah. Rama adalah titisan dari Dewa Wisnu. Pernikahan ini bertujuan untuk menjaga harmoni semesta. Banyak bumbu dalam pernikahan Rama dan Sinta, yaitu munculnya pihak ketiga, raja raksasa Rahwana dari Alengkadiraja.

Ketika Rama dan Sinta menjalani masa pengasingan di hutan selama 13 tahun, Sinta merasa kesepian karena sering ditinggal oleh Rama untuk membasmi para raksasa. Menurut para dhalang umumnya, Sinta diculik oleh raksasa, tapi para dhalang yang mengatakan demikian tak tahu rasa kesepian seorang istri ditinggal oleh suaminya.

Ada seorang putra yang sangat tampan. Ia adalah anak dari raja Ayodya, Prabu Dasarata dengan Dewi Sukasalya. Namanya Rama Wijaya. Rama merupakan titisan dari Sang Wisnu. Rama menurut pandangan saya seumur-umur hidup dalam kesedihan. Bayangkan, baru saja ia memenangkan sayembara dari putri Mantili dan menikahi Sinta, keesokan harinya ia akan dilantik menjadi raja dan Sinta menjadi permaisuri, tiba-tiba ia diusir dan diasingkan ke hutan.

Bermula dari seorang perempuan bernama Dewi Kekayi, yang menuntut agar anaknya bernama Barata, dilantik menggantikan sang Rama untuk melanjutkan estafet kepemimpinan Prabu Dasarata. Konon, Prabu Dasarata pernah dua kali berjanji kepada Dewi Kekayi bahwa akan memenuhi apa saja permintaannya.

Rama tak bisa apa-apa. Ketika itu ia mengalami konflik batin. Ia mengikuti perintah ayahnya untuk diasingkan ke Hutan Dandaka atau menjadi raja dengan cara aklamasi seluruh kehendak rakyat. Akhirnya ia memilih untuk mengikuti kehendak ayahnya. Ia diasingkan ke Hutan Dandaka sehingga adik tirinya, Barata putra dari Dewi Kekayi, menjadi raja. Bukan itu saja, banyak cobaan diterima oleh Rama. Di tengah Hutan Dandaka dalam 13 tahun masa pengasingannya, tiba-tiba Dewi Sinta, istrinya, di bawa lari oleh Prabu Rahwana.

Sebenarnya dengan kesaktian pusaka yang bernama Guhywawijaya yang ketika dipanahkan pada samudera, air di samudera bisa surut, Rama bisa langsung menyerbu Alengkadiraja untuk membebaskan Dewi Sinta. Tetapi Rama tidak memilih itu, Rama menunggu 12-13 tahun. Apakah dia ragu-ragu? Bisa iya, bisa tidak. Kalau kita sepakat bahwa Rama adalah titisan Dewa Wisnu yang ditugasi untuk menjaga harmoni semesta maka semuanya harus berlangsung di dalam aturan. Aturan pertama sebelum berperang, ia mengirim duta yang kelak bernama Hanoman.

Ini bukan cerita mengenai perempuan biasa. Perempuan biasa sukanya es krim, coklat, dan strawberry, walaupun lebih dari itu perempuan suka akan kepastian. Tapi ini bukan perempuan biasa, Dewi Sinta namanya. Apakah Rama begitu cool-nya, apakah Rama begitu lurusnya, apakah Rama begitu sempurnanya sehingga membosankan bagi perempuan seperti Dewi Sinta? Itu adalah soal tafsir kita. Ada yang mengatakan bahwa perempuan manapun sampai batas tertentu bosan dan jenuh dengan laki-laki yang tak ada cacatnya.

Belum sampai setahun mereka menikah, ketika Rama diasingkan di Hutan Dandaka dan Rama mau pergi sendiri ke Hutan Dandaka, Rama bilang, “Sinta, kau tetaplah di keraton Ayodya, biar aku 12-13 tahun di Hutan Dandaka.”

Di luar dugaan, pada saat itulah, Sinta yang sangat cantik merah padam mukanya, dia berdiri seperti menantang pada suaminya. “Suamiku, kau seolah-olah ingin menjunjungku, agar kau ada di pengasingan di hutan dan aku mulia hidup di keraton Ayodya. Kau seolah-olah sayang kepadaku, tapi kau sungguh menghinaku. Bukankah cinta itu berarti bersama?”

Sinta pun ikut ke hutan. Di situlah Rahwana menyuruh Kala Marica berubah wujud menjadi Kijang Kencana, yaitu seekor kijang berbulu keemasan, yang kelak dikejar oleh Rama. Ketika Rama mengejar Kijang Kencana, Rahwana datang.

Orang-orang tertentu menilai bahwa perempuan sangat menyukai kegemerlapan. Wanita sangat menyukai hal-hal yang kinclong. Maka Sinta yang setia pada Rama, diberi iming-iming sesuatu yang kinclong. Tak ada yang bisa menjelaskan apakah Sinta betul-betul tertarik pada gemerlapnya Kijang Kencana atau tidak. Kalau menurut saya, tidak! Perempuan tidak terlalu mementingkan kegemerlapan, karena itu yang kedua, yang pertama adalah keabadian. Di tengah kijang itu tertulis namanya Dewi Sinta. Siapa perempuan yang tak klepek-klepek diberi keabadian?

***

Setiap orang pasti punya teman, bukan sekedar teman tapi the battle-mate yang tanpa itu ia tak bisa berbuat apa-apa. Begitu pula Rama. Rama punya dua pendamping. Salah satunya adalah Lesmana (atau Laksmana) putra dari Dewi Sumitrawati. Dewi Sumitrawati adalah salah satu istri Prabu Dasarata, ayahanda Rama.

Lesmana mempunyai kesaktian yang luar biasa antara lain Indra Wastra, pusaka dari Dewa Syiwa yang dengan itu ia bisa mengalahkan Indrajit “anak” Rahwana. Sengaja diberi tanda petika karena sesungguhnya Indrajit bukan anak biologis Rahwana. Ia adalah putra yang sengaja ditukarkan oleh Gunawan Wibisana agar Rahwana tak menikahi Dewi Sinta yang notabene putrinya sendiri dari Dewi Tari.

Lesmana termasuk tokoh yang tragis. Eh, hampir semuanya tragis nding di dalam Rahwayana. Tapi bayangkan coba, ketika Rama pergi memburu Kijang Kencana, pesan Rama pada Lesmana, “Hai adikku Lesmana, jagalah kakakmu Dewi Sinta, aku akan memburu Kijang Kencana.”
Maka Lesmana menuruti pesan kakak tirinya tersebut. Ketika ia menjaga Sinta, “Hei Lesmana,” Kata Sinta, “Tolonglah kakakmu itu, kasihan ia sendirian.”
Kebetulan waktu itu Marica sang Kijang Kencana ini mengaduh-aduh membuat suara seolah-olah ia suaranya Rama, “Oh, oh, Lesmana, tolonglah aku, Lesmana.” Padahal itu suaranya Marica.
Dewi Sinta kaget, “Lesmana bantulah kakakmu!”
“Tidak kakanda, aku disuruh oleh Rama untuk menjagamu.”
Di sana Sinta kemudian bangkit, ”Eits,” feeling perempuan, “Kau pagar makan tanaman ya? kau kucing garong, kau pasti naksir kepadaku, kau pasti mau langkah curang terhadap ku dengan kepergian kakakmu.”

Lesmana langsung merespon ucapan Sinta dengan melakukan sumpah (sumpah zaman dulu ya bukan sumpah sekarang, sumpah sekarang terutama sumpah jabatan tak ada apa-apanya, ini sumpah zaman dulu yang disaksikan oleh semesta).
“Oke kakanda, agar kau tidak mencurigai aku, saat ini pula, aku bersumpah untuk jomblo abadi.” Apa gak ngenes? Ganteng, sakti, bersumpah untuk menjadi jomblo selamanya. Padahal jomblo itu manusia paling sombong di dunia, jomblo-lah orang yang merasa bisa hidup sendirian di muka bumi.

***

Hanoman (atau Anoman) adalah seekor kera berbulu putih. Inilah cara nenek moyang kita menyindir kita bahwa yang disebut manusia bukanlah makhluk yang harus berwujud manusia. Yang disebut manusia adalah setiap makhluk yang punya hakikat manusia. Sejak awal Hanoman memang sudah dirancang untuk sakti.

Hanoman memang sudah dirancang untuk menemani Rama. Karena kecerdasan Rama harus dibantu oleh keberanian. Saking saktinya Hanoman, Matahari saja dianggap leher buah-buahan saking ia bisa terbang. Matahari hampir saja ditabrak oleh Hanoman ketika ia mendekatinya.

Kesaktian Hanoman sangat luar biasa. Hanoman punya aji yang bisa melesat lebih cepat dari angin (untuk yang punya aji melesat dengan kecepatan cahaya sepertinya hanya Jibril/Gabriel). Karena itu dari jutaan kera yang dimiliki oleh Rama, satu-satunya yang dijadikan duta untuk menyeberangi laut hanyalah Hanoman yang memang bisa melompat ke sana.

Begitu Hanoman akan melompat, ia memijakkan kakinya ke gunung, gunung pun jugrug alias longsor. Gunung Maliawan dipakai sebagai pijakan untuk melompat dan begitu pula semua gunung hancur.

Akibatnya Rama memanggil Hanoman. Rama cuma mengulurkan jari telunjuknya. Jari telunjuk Rama kemudian dijadikan titik tolak Hanoman untuk melompat. Hanoman kemudian melompat dari telunjuknya dan bahkan kebablasan sampai ke Alengkadiraja, tak hanya menyebrangi samudera saja.

Hanoman yang notabene belum pernah bertemu dengan Sinta disuruh oleh Rama, “Hanoman, temuilah istriku. Saksikan apakah dia masih hidup.”
“Siap bos.” Hanoman langsung menyanggupi perintah Rama.
Begitu sampai Alengkadiraja, Hanoman bingung. Ia tak tahu mana Sinta, pasalnya di sana ada banyak tawanan, ada banyak ribuan tawanan perempuan di sana.
“Sial, kenapa tadi aku cepet-cepet? Jadi bingung gini kan.” Batin Hanoman sambil menepuk jidatnya.
Hanoman bingung dan tak tahu siapa dari ribuan perempuan yang berada di Alengkadiraja yang bernama Sinta, karena permaisuri Rahwana, Dewi Mandodari pun secantik Sinta.

Hanoman sangat iseng ini. Mau pulang, Hanoman balik lagi ke Alengkadiraja.
“Pokoknya aku harus ngasih pelajaran ke Rahwana.” Kata Hanoman dalam hati.
Ini strategi perangnya Hanoman. Ia ingin memberi tahu pada Rahwana bahwa jangankan jutaan pasukan Rama, satu gelintir pasukan saja bisa menghancur leburkan Alengkadiraja. Hanoman membiarkan dirinya ditangkap dan kemudian dibakar oleh Indrajit. Begitu ekornya dibakar ia melompat-lompat dari rumah ke rumah kecuali rumah berjanur kuning (teuing, urang teu ngartos alasanna). Selain itu, tempatnya Dewi Sinta juga selamat. Mendadak terjadi Alengkadiraja lautan api.

***


Berikut adalah dua sosok besar, yaitu Kumbakarna dan Rahwana. Inilah dua digdaya yang sangat disegani dari negeri yang sangat indah dan elok bernama Alengkadiraja. Kumbakarna sangat besar. Ada yang lebay sih memang cara mengungkapkan, “Besarnya sak gunung anakan.” (artinya se-anaknya gunung). Para dhalang hampir sepakat bahwa Kumbakarna adalah orang dengan tipikal militer nasionalis yaitu right or wrong is my country.

Kumbakarna tidur begitu lamanya sampai ketika perang terakhir Rahwana melawan Rama. Semua pasukan Rahwana hampir meninggal, baru ia dibangunkan. Cara membangunkan Kumbakarna tidak gampang. Tak ada yang bisa membangunkan Kumbakarna. Akhirnya Rahwana sendiri yang membangunkannya.
“Kenapa kau membangunkan aku?” Kumbakarna bangun dengan rasa kaget sambil mengucek matanya yang masih ngantuk.
“Karena aku mau menyuruhmu perang melawan Rama.” Jawab Rahwana penuh ketegasan.
Hehhh kakanda, kembalikan Sinta pada Rama!”
“Oh, tak bisa dong, kau mau atau tidak mengikuti perintahku? Kalau tidak mau mengikuti perintahku, kau makan apa selama ini?”
Pada saat itu seluruh makanan dimuntahkan oleh Kumbakarna.
“Ini kakak, lihatlah! Aku muntahkan, aku gak patheken makan dan minum dari gajimu. Aku keluarkan semua nih. Tetapi aku akan tetap berperang bukan karena mempertahankan sifatmu yang menculik istri orang. Aku akan berperang karena aku membela negaraku, Alengkadiraja.”

Di medan perang, Kumbakarna meluapkan segala emosi dan kekuatannya. Ia berhadapan dengan jutaan tentara kera. Salah satu adik Rahwana yang bernama Gunawan Wibisana membelot ke pihak Rama dan mengatakan kelemahan Kumbakarna.
“Bos, kelemahan Kumbakarna ada di kedua tangannya.” Kata Wibisana pada Rama.
Tanpa pikir panjang, Rama memanah dua tangan Kumbakarna. Meskipun tanpa dua tangan, kaki Kumbakarna masih bisa menendang untuk menghantam pasukan Rama. Akhirnya kakinya dipanah juga oleh Rama dan jadilah Kumbakarna tanpa tangan dan kaki. Merasa kesakitan, ia pun berguling-guling di atas tanah. Itupun masih bisa membunuh ribuan kera dari pihak Rama. Akhirnya Kumbakarna gugur sebagai Kusuma Bangsa.

Rahwana pernah bicara seperti ini, “Pelantan Alam, jika cintaku terhadap Sinta terlarang, mengapa kau bangun megah perasaan ini dalam sukmaku?”

Apa yang bisa dibilang tentang Rahwana? Ia lahir dengan muka yang sangat jelek, kepalanya sepuluh, tiap 5000 tahun ia penggal kepalanya satu, ia ingin bunuh diri, so sad lah rasanya. Menjelang kepalanya yang terakhir dibunuh, prime commander dewa datang.
“Hei Rahwana, jangan kamu bunuh diri, karena dunia ini perlu baik dan buruk, dunia ini perlu siang dan malam,” Kata prime commander dewa itu. “Ok Rahwana, kamu minta apa asal kamu jangan mati?”
“Aku minta dua permintaan. Satu, kesaktian yang tiada tara.”
“Ok, aku kabulkan.”
Maka sejak saat itu tak ada yang bisa menandingi Rahwana.
“Nah, dua aku minta titisan Dewi Widowati.”

Dewi Sinta yang notabene lahir dari rahim Dewi Tari, salah satu istri Rahwana, yang kemudian ditukar oleh Wibisana dengan Indrajit, adalah titisan Dewi Widowati. Sehingga sebenarnya secara semesta, Sinta adalah “jatahnya” Rahwana. Sinta bagi Rahwana adalah teratai yang berkilau di atas lumpur.

Selama 12 tahun di Taman Argasoka, taman yang lebih indah dari surga, Sinta setiap hari siap siaga menghunus keris. Sinta dipersilakan bunuh diri sewaktu-waktu kalau Rahwana menyentuhnya. Tapi apa yang terjadi? Rahwana hanya datang dengan kata-kata, dengan rayuan, terakhir dia bilang, “Sinta, tak usah kau menghunus keris dari Malihan Gunung Jatayu, karena aku hanya menyentuhmu jika kau telah mencintaiku.”

Menjelang akhir hidupnya, Rahwana pamit pada Sinta untuk terjun ke medan laga melawan Rama, suami Sinta.
“Heh, suamiku itu titisan Dewa Wisnu lho, ia maha pemaaf. Kamu keluar aja gih, jutaan bala tentara kera telah mengepung istanamu, minta maaflah pada suamiku pasti kamu akan dimaafkan.” Kata Sinta dengan gaya centil-nya.
Jawaban Rahwana, “Sinta, tak ada yang salah di dalam cinta. Aku salah secara sosial, salah secara tatanan, karena itu aku harus meminta maaf kepada suamimu. Aku bukan minta maaf karena aku mencintaimu, aku minta maaf karena aku telah melarikanmu, tapi caraku minta maaf adalah cara ksatria, yaitu dengan berperang.”
Lalu Sinta bicara, “Aduh, kamu tak akan menang, kamu tinggal sendirian, semua prajurit dan tentaramu sudah mati.”
Di sini untuk pertama kalinya, Rahwana marah dalam hidupnya kepada Sinta.
“Sinta, dengan segala hormat, prajurit-prajuritku sudah mati, rakyatku sudah mati, kini kau suruh aku menghentikan perang? Raja macam apa aku ini?”
Mendengar ucapan Rahwana, Sinta seketika menangis.

Ketika Rahwana bersiap berangkat perang, pundaknya dipegang untuk pertama kalinya oleh Dewi Sinta. Rahwana lalu menoleh dan bertanya, “Apakah ini pertanda kau sudah mencintaiku Sinta?” Sinta tak menjawab, hanya menitihkan air mata, disaksikan pohon Nagasari.
Gugur bulan
Gugur ke samudra
Gugur cinta
Ke lautan rindu

Jutaan orang menyanyikan itu. Tetes-tetes air mata membanjiri wajah. Rahwana tewas di medan laga setelah Rama dibantu oleh pengkhianatan Gunawan Wibisana yang kelak menjadi raja di Alengkadiraja.

Belum genap Sinta kembali ke pangkuan Rama, Sinta harus menerima nasib tragis. Atas terpaan gosip yang beredar, Rama akhirnya mengasingkan Sinta ke tengah hutan. Sinta sangat kecewa dengan sikap Rama. Padahal selama dalam tawanan Rahwana, Sinta tetap memendam kesetiaan pada Rama.
“Kau tahu gak Rama? Aku telah setia padamu bertahun-tahun meski aku ditawan dengan penuh kemuliaan oleh Rahwana. Sikapmu yang kalah dengan gosip membuatku sakit, sakitnya tuh di sini.” Ungkap Sinta sambil menunjuk bagian dadanya yang indah.

Wajar kepada dua putra Sinta yang juga buah hati Rama, Lawa dan Kusya, Sinta berpesan agar kelak dua putranya bisa meneladani Rahwana yang memiliki pandangan tajam terhadap fenomena alam. Pada akhirnya, Lawa dan Kusya melakukan kudeta terhadap Rama. Lawa dan Kusya membuat Rama tak berdaya. Sesal mendalam pun dirasakan oleh Rama. Semua sudah terlambat.

Setelah Rahwana mengalami nasib tewas mengenaskan, Sinta penuh tangisan di akhir hidupnya, Rama pun turut mengakhiri hidupnya dengan tragis. This is Rahwayana!

***

Kita bisa berencana menikahi siapa, tapi tak bisa kita merencanakan cinta untuk siapa.”

Sudah Begitu Saja

B. Sb.Lg.200949.37.250616.13:05