— ketika Dewa diselungkuhi Dhani
Perekaman
album Dewa di Studio 301 Sidney, Australia, membuahkan perselingkuhan. Dari
obrolan yang terjadi antara Ahmad Dhani Prasetyo dan Clancy Alexander Tucker,
terbentuklah The Rock. Clancy merupakan lead
guitarist di grup band Fire Shark. Fire Shark merupakan grup band yang
memainkan genre musik hard rock. Sedangkan Dhani adalah keyboardist dan backing vocalist Dewa, grup band yang memainkan musik alternative rock. Hal ini membikin keduanya
mengambil jalan tengah sementara dengan memainkan musik rock, yang bisa dijangkau Dhani dan Clancy.
The
Rock menjadi grup band sampingan bagi Dhani maupun Clancy. Artinya The Rock
tetap berjalan tanpa memaksa Dhani keluar dari Dewa serta Clancy tak harus keluar
dari Fire Shark. Dhani menjadi satu-satunya orang Indonesia dalam band ini.
Selebihnya adalah orang satu tanah air dengan Clancy, Australia. Mereka adalah Mark
Williams (guitarist), Zachary Haidee-Keene
(bassist), Michael Christoper Bennett
(durummer).
Sebelum
dipakai sebagai nama grup band, The Rock, selain menjadi nama genre musik, sudah pernah muncul
jauh-jauh hari sebelumnya. The Rock menjadi nama panggung untuk pegulat asal
Hayward, California, yang bernama asli Dwayne Johnson. Laki kelahiran 02 Mei
1972 ini mulai aktif sebagai pegulat sejak 1995 dan enam tahun kemudian turut nyambi menjadi aktor film. The Rock juga menjadi judul film aksi
yang disutradarai oleh Michael Benjamin Bay dan dirilis pada tahun 1996.
The
Rock mengawali perkenalan dengan publik di Tanah Air melalui penampilannya di
Café The Rock di bilangan Kemang, Jakarta Selatan. Mereka kemudian melakukan
konser keliling berkat kontrak kerjasama dengan Marlboro Kretek Filter. Konser bertajuk
“Konser Perpaduan Musik Sempurna” yang menjadi debut The Rock tersebut dihelat
di 10 kota, Tasikmalaya (19/8), Bogor (22/8), Bandung (25/8), Jakarta (26/8),
Solo (29/8), Semarang (31/8), Jogja (01/09), Malang (05/09), Surabaya (07/09)
dan terakhir di Bali (08/09). Semuanya pada tahun 2007.
Dalam
debut tersebut, anggota The Rock minus Dhani juga tampil sendiri dengan membawa
bendera Fire Shark. Turut ikut serta juga ‘sayap-sayap’ Dewa lainnya, Ari Lasso
yang tampil solo serta Andra Ramadhan bersama Andra and the BackBone. Selain
menyertakan pemain-pemain lawas, skuat The Rock Indonesia juga ikut serta
mengiringi. Skuat The Rock Indonesia yang terdiri dari Cameria Happy Pramita, Princes
Amanda, Tharaz Bistara, dan Ikmal Tobing, mulanya menjadi pengiring artis-artis
RCM.
Bersama
The Rock, Dhani merilis album studio perdana mereka pada 08 April 2007. Album
studio pertama tersebut diberi judul Master
Mister Ahmad Dhani I. Dari namanya terlihat bahwa Dhani ingin serius
menggarap The Rock, walau akhirnya pupus. Album yang dirilis dengan label EMI ini
mirip dengan albumnya Dewi Dewi, Recycle
+, yang hanya menghadirkan beberapa lagu baru serta menyertakan lagu lama
yang didaur ulang sebagai pelengkap.
Tiga
lagu baru dalam album ini adalah Kamu-Kamulah
Surgaku, Munajat Cinta, dan Aku Bukan Siapa-Siapa. Lagu daur ulang
berasal dari lagu Dewa (Kasidah Cinta
dan Arjuna), Ahmad Band (Dimensi dan Aku Cinta Kau dan Dia), lagu gubahan Dhani yang dilantunkan Ari (Rahasia Perempuan), serta lagu Francis
‘Frank’ Albert Sinatra (I Get A Kick Out
Of You dan My Way).
Munajat Cinta menjadi lagu
tunggal yang digunakan untuk perkenalan. Lagu ini berada di urutan kedua track list album. Lirik lagu ini
biasa-biasa saja, tak terasa istimewa. Musiknya pun terasa biasa saja, nyaris
tak ada pembaruan dari musik yang biasa dimainkan Dewa. Namun anehnya lagu ini
langsung melejit menjadi hits. Munajat
Cinta bahkan nangkring di posisi
pertama tangga lagu MTV Ampuh dalam tempo waktu lama, sebelum akhirnya digusur
oleh Main Hati dari Andra and the BackBone.
Malah lagu ini selain tak menghadirkan rasa baru, juga ‘menodai’ kekuatan Dhani
pada lirik.
Lagu
tunggal kedua, Kamu-Kamulah Surgaku,
berbeda jauh dengan Munajat Cinta.
Lagu yang sebenarnya unggulannya The Rock dalam album ini terdengar kencang dan
cukup bisa menggambarkan band ini. Tempo yang dimainkan juga lebih cepat dan
sangat terasa menggebrak ketimbang Munajat
Cinta. Lagu inilah yang paling saya suka dari The Rock, yang juga
memperlihatkan kemampuan bermusik mereka yang di atas standar umum.
Aku Bukan Siapa-Siapa nyaris mirip
dengan Munajat Cinta. Temponya pelan
dengan musik yang kurang menggebrak kencang. Namun lirik lagu ini bagus,
seperti biasa dipergakan Dhani sebelumnya. Lirik ini bisa dinikmati dengan
nuansa spiritual dan mengingatkan saya pada ungkapan radliyatan-mardliyatan. Aku
Bukan Siapa-Siapa seakan menyambung lagu Laskar Cinta yang bicara seputar nafsu al-muthma’innah.
Walau
demikian, nuansa spiritiual paling saya nikmati adalah lagu di track list keempat, Dimensi. Lagu ini mengaransir ulang Dimensi yang dirilis 1998 bersama Ahmad Band, walakin liriknya
di-‘salto’ dari versi awalnya. Musiknya terdengar sama, hanya ada perbedaan
suara yang lebih ‘kekinian’ ketimbang versi Ahmad Band. ‘Salto’ lirik dengan
menggubah beberapa kata yang ada hingga kemudian menjadikan lagu ini sebagai
perwujudan ajaran Manunggaling Kawula-Gusti.
Jika Aku Bukan Siap-Siapa terasa
menyambung Laskar Cinta, Dimensi menjadi sambungan bagi Satu. Lagu Dimensi memberikan ide pada saya ketika menyusun frasa ‘Aku Dalam Kamu’,
yang setelah saya selisik ternyata malah sudah dipakai Dhani.
Dhani
mendaur ulang kembali lagu Ahmad Band dalam track
list kelima. Lagu Aku Cinta Kau dan
Dia, dinyanyikan kembali dengan irama yang sepenuhnya sama seperti versi
sebelumnya. Hanya saja yang membikin lagu ini lebih terasa adalah kehidupan
Dhani saat itu, yang sudah bercerai dengan Maia secara aturan agama namun masih
proses secara aturan negara.
‘Salto’
tak hanya dimainkan Dhani dalam lagu Dimensi.
Di track list ketujuh hingga terakhir,
The Rock malah memainkan genre swing.
Tak salah memang. Queen, grup band paling digandrungi Dhani pun pernah merilis
satu album penuh ber-genre jazz, yang
salah satu hits-nya bejudul Musthafa dinyanyikan oleh Dhani dengan genre rock beberapa tahun kemudian. Masalahnya adalah suara Dhani itu
sebenarnya sangat keras dan tak cocok menyanyikan lagu pelan ber-genre swing. Sehingga terasa ada yang kurang
ketika lagu ini dilantunkan Dhani. Jelas lebih bagus Carolina Agustine Kamarie untuk
urusan jazz dan turunannya.
Dhani
memang gemar bereksperimen. Apalagi untuk grup band baru yang konsep pastinya
belum ditemukan itu. Walau eksperimennya gagal lantaran ia tak cocok menjadi lead vocalist, The Rock berhasil mengingatkan
kepada belantikan musik Indonesia tentang grup band rock. Grup band rock tak
melulu memainkan musik kencang saja, walakin juga bisa ‘salto’ dengan memainkan
musik pelan. Andra, bersama Andra and the BackBone pun melakukan hal serupa,
dengan memulai dari lagu tunggal Sempurna
di album penuh perdanannya.
Dhani
sebenarnya ingin lebih bermain kencang di The Rock, lantaran keinginan ini tak
bisa terpenuhi ketika bermain dengan Dewa. Ia juga ingin mewujudkan ambisinya
untuk menjejak sosok kegandrungannya, as-syaikh
Farrokh Bulsara. Hanya saja, ia belum bisa tampil maksimal. Malah The Rock
masih kalah kencang dengan Ahmad Band, grup band yang juga pernah dibikin Dhani
di luar Dewa. Bagi anggota lainnya, permainan The Rock pun terasa kurang bagi
mereka. Mereka tetiba memainkan musik yang lebih pelan ketimbang musik kencang
yang biasa dimainkan.
Grup
band ini kemudian menjejak Ahmad Band, yang hanya seumur jagung. Walau tetap dikenang
dengan lagu-lagunya dalam album satu-satunya itu, Dhani tak pernah kembali
dengan The Rock. Seperti halnya ia tak pernah kembali dengan Ahmad Band.
Bubarnya The Rock sebenarnya sudah terlihat ketika Dhani berkolaborasi dengan Koil.
Bermula
ketika ia jalan-jalan di Bandung mampir ke toko kaset, menjumpai kaset Koil. Kebiasaan
Dhani ketika hendak membeli kaset adalah mencobanya dulu sampai habis. Kaset Koil
yang dicoba Dhani tersebut ialah kaset album Blacklight Shines on. Lagu Kenyataan
Dalam Dunia Fantasi membikin Dhani cinta mati hingga menghubungi Koil untuk
diajak berkolaborasi. Dhani pun numpang
beken pada Koil dengan merilis kembali
lagu tersebut dalam album The Best Of
Republik Cinta Artists Vol. I, yang menjadi penghantar perilisan lagu
tunggal Dewa, Perempuan Paling Cantik di Negeriku
Indonesia pada 01 Agustus 2008.
Perjumpaan
sesaat dengan Koil
dengan kolaborasi
sekali
tersebut memberikan
pengaruh besar pada Dhani. Koil
menginspirasi Dhani untuk
menggunakan
music sequencer. Walau piranti ini
sudah dipakai
oleh grup band yang lebih terkenal
seperti Linkin
Park,
hanya saja Dhani memang terlambat tahu dan baru ngeuh setelah berjumpa Koil.
Pengaruh yang kemudian
membikin
Dhani sempat berdebat dengan Once terkait
penggunakan
music sequencer tersebut untuk Dewa.
Sesudah
merilis lagu tunggal bersama Koil,
Dhani kemudian
merilis album penuh ber-genre jazz.
Dua tahun sesudah merilis album dengan The Rock, laki kelahiran Jakarta 26 Mei
1972 yang masa kecilnya
dihabiskan
di Surabaya ini merilis album 100% jazz
dengan judul The Best Is Yet To Come.
Album The Best I Yet To Come dirilis
dengan membawa nama
Muhammad Dhani & The Swinger. Lagu tunggal Madu Tiga menjadi track serta salam muqadimah album yang dirilis dengan
label EMI ini. The Swinger pertama kali
menjadi sebuah brand ketika George
Sidney memandu sebuah film yang dirilis pada tahun 1966.
Tak ada satu pun
lagu baru dalam album ini. Madu Tiga
sendiri merupakan
lagu lama dari musisi Malaysia, Tan Sri Datuk Amar P. Ramlee (Teuku Zakaria bin
Teuku Nyak Puteh). Video musik lagu ini dibikin
dengan sajian yang sangat menggelitik.
Sejumlah 10 lagu disajikan
dalam album ini. Selain lagu dari P. Ramlee, Dhani juga menghadirkan lagu dari Dewa (Separuh Nafas, Kasidah Cinta, dan Arjuna), The Rock (Aku Bukan Siapa-Siapa), Ari Lasso (Rahasia
Perempuan), Queen (Kileer Queen), , Frank Sinatra (The Best Is Yet To Come dan I Get A Kick Out Of You), dan Michael Franks (Underneath The Apple Tree).
Dhani
memang, selain menggandrungi Queen, juga sangat menggandrungi Frank Sinatra.
Hingga selain gandrung dengan genre rock,
juga gandrung dengan genre jazz.
Malah judul albumnya pun menggunakan
lagu dari Frank
Sinatra.
Proses
perekaman
album ini dilakukan di dua
tempat. Vokal
dan gitar ia rekam
di studionya di Jakarta
Selatan, Rumahku
Studio. Sementara penyelesaiannya dilakukan di Studio 301
Sidney Australia. Penggarapan album ini dilakukan
dengan memberdayakan
banyak
orang. 18 orang diikut
sertakan
sebagai pemain flute, clarinet, alto dan tenor saxophone, trumpet, trombone, piano, bass,
dan percussion.
Semua pemain ini dipimpin oleh music arranger, conductor,
dan band leader, bernama Tim Gram dari Australia.
Selain
Dhani, I Dewa Gede Budjana dan Jeffrey Tahalele menjadi orang Indonesia lainnya
yang ikut
serta dalam penyelesaian album ini. Keduanya
turut memberikan
isian pada lagu Arjuna, dengan Dewa
Budjana pada gitar dan Jeffrey Tahalele pada bas. The Best I Yet To Come
menjadi album yang
menampilkan tafsir lain dengan pendekatan swing
lagu Arjuna, Separuh Nafas, Aku Bukan
Siapa-Siapa, Kasidah Cinta,
dan Rahasia Perempuan. Selain
mengulangi lagu yang pernah dirilis sebelumnya oleh serentetan sosok panutan
Dhani tentunya.
B.Sl.Lg.180737.260416.11:54