Penghangat
Musim Dingin
Akhir tahun 2015 ini kita diberi
sajian istimewa. Peringatan kelahiran dua sosok berpengaruh besar berdekatan,
berturut-turut selama dua hari. Dimulai dari peringatan kelahiran Muhammad yang
diperingati setiap 12 Rabiul Awal. Tanggal kelahiran Muhammad memiliki beragam
versi, hanya saja tanggal 12 Rabiul Awal lebih populer ketimbang tanggal lain.
Untuk tahun ini, 12 Rabiul Awal 1437 bertepatan dengan 24 Desember 2015. Sehari
setelahnya, peristiwa kelahiran kembali diperingati. 25 Desember menjadi
tanggal populer kelahiran Isa/Yesus, meski terdapat versi lain juga yang
menyebutkan.
Ribut soal Natal biasanya terjadi
pada masa-masa seperti ini, bulan Desember. Ketika memasuki Desember, banyak orang
yang melibatkan diri dalam kaitannya dengan “Selamat Natal”. Kalau diperhatikan
sekilas, mereka yang paling gencar mengungkapkan bahwa mengucapkan “Selamat
Natal” bisa berdampak pada keimanan umat Islam adalah mereka yang benci
terhadap peringatan kelahiran Muhammad. Artinya, jangankan memperingati kelahiran
Isa/Yesus, memperingati kelahiran Muhammad saja mereka bilang bid’ah yang turut mereka yakini bahwa
semua bid’ah itu sesat.
Kita tak bisa memungkiri bahwa ada sebagian
yang rajin memperingati maulud/maulid
Muhammad tetapi memegang teguh pendapat bahwa mengucapkan “Selamat Natal”
adalah haram. Cuma sikap mereka yang biasa saja dalam hal ini. Dalam kaitannya
dengan “Selamat Natal”, sebagian orang gemar tampil lebay.
Dua pendapat yang ramai mengenai
“Selamat Natal” adalah haram dan boleh. Lebay-nya
begini: urusan ini adalah masalah fiqih, tak berkaitan langsung dengan aqidah.
Tapi mereka yang memegang pendapat bahwa mengucapkan “Selamat Natal”
diharamkan, gemar sekali menyebut bahwa yang mengucapkan “Selamat Natal” kafir.
Menyebut orang lain kafir ini dampaknya sangat berat, bisa menjadi bumerang
yang makan tuan. Sementara itu, mereka yang memegang pendapat bahwa mengucapkan
“Selamat Natal” dibolehkan, gemar sekali memaknai boleh menjadi harus. Boleh bermakna
terserah mau dilakukan atau tidak. Sedangkan harus tak boleh tak dilakukan.
Membawa masalah kelahiran Isa/Yesus
ke ranah aqidah atau teologi adalah salah satu bagian dari salah kaprah yang
nyata: mempermasalahkan hal yang tak bermasalah. Umat Kristen dan Islam
sama-sama yakin bahwa sosok Isa/Yesus itu ada dan pernah dilahirkan. Malah
sama-sama kompak bahwa Isa/Yesus lahir dari perempuan yang cantik nan suci, Maryam/Maria. Garis besar kronologi
kelahirannya pun sama, hampir tak ada beda.
Head
to head
debat hebat seputar Isa/Yesus antara umat Kristen dan Islam (yang diwakili oleh
ulama’ masing-masing) bukan seputar kelahiran Isa/Yesus, tapi justru pada “kematian”
Isa/Yesus. Peristiwa “menghilang”-nya Isa/Yesus dari Planet Bumi ketika dikejar
tentara Romawi melahirkan pertanyaan penting: disalib atau diangkat ke galaksi
lain? Dari peristiwa ini lalu muncul ragam pendapat yang kontroversial sehingga
maju ke arena debat hebat tak berkesudahan. Peristiwa “menghilang”-nya Isa/Yesus
dari Planet Bumi biasa diperingati sesudah Paskah. Jadi kalau mau ramai
sebaiknya dimulai ketika Paskah, jangan dekat-dekat Natal, ganggu liburan akhir
tahun.
Untuk mereka yang memegang pendapat
haram mengucapkan “Selamat Natal”, ya sudah pendapatnya dipegang dengan kuat
tapi jangan suka melaknat. Kok ya ada yang hobi sekali memasukkan
saudara-saudaranya yang seiman ke neraka padahal jumpa surga dan neraka saja
belum pernah. Jangan lupa bahwa memasukkan ke surga atau neraka adalah hak
prerogratif Ilah. Kalau anti dengan
Natal, jangan lupa bahwa Natal menjadi salah satu hari libur dan seringkali ada
diskon besar-besaran. Kalau memang anti pada Natal, sekalian tolak hari libur
khusus Natal dan diskon di mall-mall.
Minimal tidak ikut menikmati berkah Natal.
Buat yang memegang pendapat boleh
mengucapkan “Selamat Natal”, tak perlu merendahkan kualitas intelektual diri
sendiri dengan mengubah makna boleh menjadi harus. Umat Kristen tentu lebih
bahagia jika umat Islam tak mengusik prosesi Natal daripada umat Islam memasang
spanduk “Selamat Natal” di depan masjid atau mushalla tetapi prosesi Natal
mereka tak aman dan nyaman.
Natal adalah salah satu kata umum
yang kemudian dimaknai khusus. Ketika disebut Natal, biasanya langsung merujuk
pada peristiwa kelahiran Isa/Yesus yang tanggalnya masih kontroversial, sama
seperti Muhammad. Dua
sosok ini yang kelahirannya konsisten diperingati oleh nyaris seluruh orang
yang mengklaim pengikutnya sejak kehadiran mereka di Planet Bumi. Meski ada
kelompok-kelompok yang konsisten memperingati kelahiran Isa/Yesus dan Muhammad,
tapi ada juga kelompok yang anti dengan peringatan kelahiran keduanya.
Mereka yang anti dengan peringatan
kelahiran Isa/Yesus biasanya bilang kalau siapa pun yang memperingati kelahiran
Isa/Yesus sama saja menerima doktrin hasil konsili Nicaea II yang menyebutkan
bahwa Isa/Yesus adalah sifat Allah yang menjelma menjadi sosok (antropomorism?). Padahal kelahiran
Yesus tak ada dampak teologis seperti ini lantaran yang menjadi cikal bakal
munculnya doktrin ini adalah “hilang”-nya Isa/Yesus dari Planet Bumi. Sebagian
pihak meyakini kalau ia disalib oleh tentara Romawi, sebagian pihak meyakini
kalau ia dipindahkan ke galaksi lain dan menjalani time travel sehinggal bakal kembali ke masa depan.
Sementara mereka yang anti dengan
peringatan kelahiran Muhammad biasanya bilang kalau siapa pun yang memperingati
kelahiran Muhammad telah melakukan bid’ah
karena tidak dicontohkan oleh Muhammad sendiri. Pernah atau tidak Muhammad
memperingati birth day-nya yang jelas
Muhammad tidak pernah memberi contoh untuk menyebut orang lain melakukan bid’ah seenaknya sendiri.
Kalau ingin mencari titik temu, Natal
adalah salah satu momentum jitu. Bagaimanapun keyakinan seseorang terhadap Isa/Yesus
dan Muhammad, semuanya sama-sama yakin kalau keduanya dilahirkan dari rahim
perempuan yang diketahui, tak seperti Adam yang belum diketahui lahir dari
rahim perempuan mana. Isa/Yesus lahir dari rahim Maryam/Maria sedangkan Muhammad lahir dari
rahim Aminah.
Beda kasusnya jika yang diperingati
adalah momen “hilang”-nya keduanya dari Planet Bumi. Kalau yang ini malah bisa
menjadi titik cerai lantaran ragam versi sejarah mengenai peristiwa ini
memiliki perbedaan yang ekstrim.
Isa/Yesus dan Muhammad juga sama-sama
dihadirkan di Planet Bumi sebagai juru selamat umat manusia, tidak hanya juru
selamat kelompok tertentu saja. Ajaran mereka sama-sama menyebarkan kasih dan
cinta kepada seluruh Alam Semesta, tidak kasih yang pilih kasih dan cinta pada
sekelompoknya saja. Diperingati atau tidak peristiwa yang melibatkan mereka,
tetap saja mereka tak akan pernah mati lantaran kehadiran mereka membawa kabar
gembira untuk kita semua.
Omong-omong mengenai Natal, ada satu
hal yang nyaris tak pernah luput dalam rangkaian acara: Santa Klaus atau Sinterklas
(selanjutnya Santa). Santa adalah sosok yang paling ditunggu anak-anak yang
turut serta memperingati Natal. Ia adalah sosok yang baik, jenaka, sekaligus
suci. Ia biasa datang dengan kereta yang ditarik rusa pada malam Natal untuk
memberikan hadiah pada anak-anak yang kesepian. Sayangnya, Santa hanyalah
imajinasi belaka. Hebatnya, imajinasi ini menjadi pengirim momen suci umat
manusia: kelahiran Isa/Yesus.
Entah mengapa kian
hari Natal kian identik dengan Santa, meski ia hanya sosok rekaan belaka. Malah
perekaan Santa tak terjadi ketika masa-masa kelahiran Yesus, sosok suci yang
lahir melalui rahim gadis suci, Maria. Media massa turut berperan besar dalam
“promosi bidah” Santa dalam rangkaian acara Natal.
Santa memang hanya
sosok rekaan, tapi ia mungkin merupakan sosok yang selalu diharapkan umat
beragama. Santa yang merupakan manusia suci ini memiliki satu sifat humoris dan
humanis. Umat beragama “terpaksa” menghadirkan Santa dalam momen suci lantaran
mereka tak suka dengan sikap rohaniawan yang jarang sekali memiliki sikap humor
dan cenderung tak humanis.
Santa yang tak
pernah disebut dalam Alkitab ini justru menjadi “dagangan” paling laku ketika
Natal. Setidaknya ketika Natal topi Santa menjadi yang lebih banyak diburu
daripada jilbab Maria. Yang jelas, Santa “dihadirkan” untuk memberi pesan bahwa
peringatan momen suci bisa juga dengan cara yang seru.
Jakarta Timur
Setelah Park Bom kembali manggung
