Pangeran Muhammad Faiqurrohman Ulang Tahun

Semua Solusi Ada Masalahnya, Yakusa!

Adib Rifqi Setiawan Muhammad Faiqurohman
Arsip Pribadi (Difoto oleh Muhammad Aldian Muzakky)
Sejauh yang saya kenal, Gusti Kanjeng Pangeran Muhammad Faiqurrohmanradliyallahu’anhu ini sahabat yang baik, benar, dan indah. Sebenarnya kami bukanlah pasangan dalam persahabatan cinta yang tulus. Hanya saja karena sekarang milad-nya, saya perlu bersikap baik padanya biar ini hanya pura-pura saja. Seperti Jessica Jung yang pura-pura baik pada 30 September 2015 silam meski sebenarnya ia sedang memberikanstatement of war. ubungan saya dan beliau sederhana : saya benci beliau dan beliau benci saya. Sudah. Jangan sebut kami, saya tak mau disatukan dengan beliau termasuk dalam satu kata sekalipun!

Keperluan bersikap baik pada Gusti Kanjeng Pangeran Muhammad Faiqurrohmanradliyallahu’anhu agar saya masuk dalam daftar traktiran di momen milad-nya ini. Di era kekinian, orang yang ulang tahun senantiasa diwajibkan menraktir orang-orang dekatnya. Tak seperti era kuno yang berupaya menraktir orang yang ulang tahun. Era kekinian tampak sadar bahwa kebahagiaan sejati terjadi ketika kita bisa memberi bukan diberi. Momen milad sering dipakai sebagai ajang penyadaran ini.

Milad memang perlu bahkan harus diperingati setiap saat. Ini adalah ajang ketika kita bisa mengenang perjuangan ibu melahirkan kita. Bagaimana seorang ibu yang rela megap-megap agar jabang bayi yang telah dikandungnya bisa lahir selamat. Bukan urusan ibu mau selamat atau tak, yang penting bayinya bisa lahir selamat. Syukur-syukur sehat dan lengkap. Bukan urusan juga bagi ibu kelak bayi yang dilahirkan ini bakal menjadi seperti yang diimpikan atau tak. Karena tugas seorang ibu hanyalah menjadi fasilitator kehadiran spesies ke pergaulan dunia, soal hasil urusan Alam Semesta.

Gusti Kanjeng Pangeran Muhammad Faiqurrohman radliyallahu’anhu sangat sadar akan hal ini. Sehingga wajar jika ia buru-buru mengingatkan saya pada 2011 silam agar saya senantiasa memperingati milad saya. Milad yang dimaksud Gusti Kanjeng Pangeran Muhammad Faiqurrohman radliyallahu’anhu ini bukan sembarang milad. Bayangkan saja, ketika mayoritas menjadikan tanggal lahir Masehi sebagai peringatan momen milad-nya, Gusti Kanjeng Pangeran Muhammad Faiqurrohman radliyallahu’anhu melakukan lebih. Padahal kalau memakai tafsir tunggal demokrasi, mayoritas adalah gambaran kebenaran.

Bagi Gusti Kanjeng Pangeran Muhammad Faiqurrohman radliyallahu’anhu, peringatanmilad bisa dilakukan setiap saat. Tentu setiap saat ini memiliki cakupan dan batasan yang jelas. Gusti Kanjeng Pangeran Muhammad Faiqurrohman radliyallahu’anhu belajar Ilmu Manthiq dan kebetulan tak absen dan tak tidur saat pelajaran sampai bab Mu’arraf. Sehingga ia paham betul dengan cakupan dan batasan yang termasuk elemen penting dalam suatu pernyataan.

Setiap saat yang dimaksud Gusti Kanjeng Pangeran Muhammad Faiqurrohmanradliyallahu’anhu adalah setiap saat yang tepat. Maksudnya tepat selaras dengan saat yang memang wajar diperingati sebagai momen milad. Mulai dari hari lahir, pasaran, selapan, dan tanggal. Misalnya dalam kasus saya, berdasarkan sudut pandang Gusti Kanjeng Pangeran Muhammad Faiqurrohman radliyallahu’anhu, saya harus memperingatimilad saya setiap Sabtu, Wage, Sabtu Wage, tanggal 13 Lunar, tanggal 26 Solar, 13 Syawal, dan 26 Maret.

Jelaslah bahwa ini suatu tindakan pemborosan yang tak pernah dianjurkan Gusti Kanjeng Muhammad Shallallahu’alaihiwasallam. Tapi Gusti Kanjeng Pangeran Muhammad Faiqurrohman radliyallahu’anhu sudah memasang kuda-kuda. Ia bilang peringatannya bisa dilakukan sederhana. Masalahnya adalah, sederhana itu rumit. Sederhana ini perlu proses pengembaraan yang panjang yang harus melewati bilah kehidupan hedonisme, liberalisme, egoisme, dan segala isme-isme yang mengguncang dunia sermasuk selfisme yang merupakan turunan dari liberalisme, egoisme, dan kapitalisme.

Meski memiliki pemahaman tingkat tinggi terkait Mu’arraf, hanya saja Gusti Kanjeng Pangeran Muhammad Faiqurrohman radliyallahu’anhu sering berbuat kesalahan yang fatal. Kesalahannya lebih banyak disebabkan oleh lupa. Lupa ini senjata pamungkas kaum pemalas, as usual all of us, ketika menghadapi bergama aktivitas. Saya juga sebenarnya ragu Gusti Kanjeng Pangeran Muhammad Faiqurrohman radliyallahu’anhu ini sebenarnya lupa atau mengklaim lupa. Sikap sesungguhnya dan klaim suatu sikap yang digemborkan memang blur untuk bisa dibedakan.

Keraguan saya terhadap Gusti Kanjeng Pangeran Muhammad Faiqurrohmanradliyallahu’anhu kadang muncul terkait pernyataan bahwa ia adalah jomblo. Saya agak ragu dengan pernyataan ini. Meski wajah Gusti Kanjeng Pangeran Muhammad Faiqurrohman radliyallahu’anhu tak seganteng dan semenawan seperti saya, tapi saya yakin ada orang yang sangat mengaguminya (semoga bukan adik saya –dalam bentuk tunggal–– dan pacar-pacar saya –dalam bentuk jamak).

Saya jadi curiga ketika Gusti Kanjeng Pangeran Muhammad Faiqurrohmanradliyallahu’anhu menyatakan dirinya sebagai jomblo. Jangan-jangan beliau ini sekedar mengasosiasikan dirinya agar disangka menjadi the next Tan Malaka, Soe Hok Gie, dan Ahmad Wahib yang memang dikenal sebagai jomblo. Beliau memang aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), mengikuti jejak Ahmad Wahib. Hanya saja, beliau gemar sekali memikirkan karya Tan Malaka dan Soe Hok Hie. Wajar kalau beliau sangat suka semangka yang biasa disajikan ibunya kalau saya main ke ndalem-nya. Luarnya beliau tampak “hijau” tapi dalamnya “merah”. Meski semangka ada versi dalaman kuning. Pasti beliau lupa lagi akan hal ini.

Pernyataan bangga sebagai jomblo ini senantiasa menggelitik. Jomblo selalu mengasosikan diri sebagai kaum yang menderita. Namun oleh Gusti Kanjeng Pangeran Muhammad Faiqurrohman radliyallahu’anhu yang akrab disapa BF (Bang Faiq atau blue film), status sebagai jomblo malah dibanggakan. Bukan urusan mau jomblo negeri atau swasta, terakreditasi, diakui, atau disamakan, yang jelas ia bangga sekali menyatakan diri sebagai jomblo.

Tampaknya Gusti Kanjeng Pangeran Muhammad Faiqurrohman radliyallahu’anhu ini orang yang sudah makrifat. Ia tahu sebenarnya jomblo adalah status suatu bentuk kesombongan tersirat. Tentu beda dengan akrobat kesombongan yang saya lakukan, selalu kentara. Betapa tak sombong? Dunia ini tercipta dengan berpasang-pasangan sehingga jomblo adalah satu sikap sombong karena merasa bisa hidup sendiri dan upaya perlawanan terhadap fitrah kehidupan. Gusti Kanjeng Pangeran Muhammad Faiqurrohmanradliyallahu’anhu seakan berpesan, tak perlu sok menderita kalau hanya ingin mencari perhatian dengan sikap sombong yang dimiliki. Sekalian banggakan saja.

Pernyataan bahwa beliau jomblo semakin kaffah lantaran ia tak pernah sedikitpun bercerita pada saya terkait pasangannya. Saya jadi curiga jangan-jangan beliau ini sebenarnya bukanlah jomblo, hanya saja mengaku jomblo. Saya justru menduga bahwa Gusti Kanjeng Pangeran Muhammad Faiqurrohman radliyallahu’anhu memiliki industri peternakan pacar yang manajemennya dijalankan dengan sistem federal.

Bukan peternakan pacar yang memperkuat dan memperluas cabang, namun memperluas kemudian memperkuat setiap cabang. Hal ini agar ketika ia berpetualang –meskipun modalmbonek– tak perlu repot-repot mengajak pacarnya ikut serta. Mengajak pacar berpetulang butuh modal yang sangat banyak, salah satunya adalah harus membawa pembalut sebagai antisipasi bocor di tengah jalan. Namun ketika berpetualang, ia juga ingin menjadi sosok yang dinantikan. Itulah mengapa beliau terjun ke industri ternak pacar.

Satu hal yang tak luput dari perhatian saya ketika beliau berpetualang adalah terkait korek api yang selalu dibawanya. Beliau memang perokok, hanya saja tak banyak mengoleksi bungkus rokok lantaran kerap membeli ecer-an. Namun dari hasil penelitian, beliau melihat gejala di kalangan perokok yang kadang gemar tak membawa korek api. Itulah mengapa beliau selalu tak lupa membawa korek api ketika pergi. Dari hasil penelitian juga, beliau menyimpulkan ketika perokok meminjam korek api, dilanjutkan dengan penawaran rokok. Ini adalah salah satu tujuan beliau senantiasa membawa korek api, ialah agar ditawari rokok secara gratis.

Masih terkait dengan pernyataan jomblonya, bisa jadi ini sekedar sikap tenggang rasa yang ia tampakkan. Beliau tak ingin menyakiti kaum jomblo yang meski menyimpan kesombongan namun selalu menggambarkan diri sebagai penderita. Saat ini, tenggang rasa kurang digemborkan dan kalah dengan toleransi. Padahal dua hal ini perlu dimiliki karena masing-masing bukanlah jomblo. Harus keduanya kalau ingin menciptakan hegemoni harmoni.

Tenggang rasa adalah cara diri sendiri menjaga perasaan orang lain terhadap perbuatan diri sendiri. Ini merupakan pelajaran PPKn di SD yang selalu ditempatkan pada bab kedua. PPKn di SD banyak mengambil titik tolak etika dalam membahas kewarganegaraan sedangkan di SMP dan SMA bertitik tolak dari hukum. PPKn yang dipelajari di bangku sekolah mengajarkan bahwa hukum harus berlandaskan etika karena di atas hukum masih ada etika. Orang yang tenggang rasanya tinggi biasanya selalu hati-hati dalam berbuat.

Toleransi adalah cara menjaga perasaan diri sendiri terhadap perbuatan orang lain. Orang yang toleransinya tinggi biasanya adalah orang yang pemaaf. Toleransi menjadi pelajaran yang diperkenalkan sejak kelas 4 SD. Beda dengan tenggang rasa yang diperkenalkan sejak kelas 1 SD. Leluhur kita tahu dari mana cara mendidik anak. Sayangnya apresiasi terhadap leluhur tak diberikan oleh penyusun kebijakan sekarang karena disangka kuno. Padahal Liga Inggris masih suka memperingati Boxing Day yang kuno dan tak kekinian itu.

Dua hal tersebut tak bisa di-jomblo-kan, tak bisa saling diunggulkan salah satu, dan keduanya harus senantiasa dipupuk. Terlalu toleran bisa menjadi serba membolehkan dan tak punya rasa toleran bisa menjadi fanatik. Sedangkan terlalu tenggang rasa bisa menjadikan takut bertindak dan tak punya tenggang rasa melahirkan sikap tak peduli. Dua sikap ini melekat kuat pada diri Gusti Kanjeng Pangeran Muhammad Faiqurrohmanradliyallahu’anhu.

Kadangkala kita dihadapkan pada fenomena pengemis toleransi. Mereka mengemis minta agar kita bersikap toleran. Hanya saja mereka tak pernah sedikitpun bersikap tenggang rasa. Misalnya kasus dunia baru-baru ini ketika Marc Marquez, pecundang yang ketika ibunya hamil ngidam menyawak ini, yang mengemis toleransi dari kubu Valentino Rossi. Padahal jelas-jelas Marquez tak bersikap tenggang rasa sama sekali terhadap Valentino Rossi. Ini menjadi kejanggalan yang sayangnya dibela oleh kaum penjilat.

Hal inilah yang tak dilakukan Gusti Kanjeng Pangeran Muhammad Faiqurrohmanradliyallahu’anhu, ialah menapaktilasi Marquez. Ia bersikap tenggang rasa terhadap kaum jomblo meski ada dugaan bahwa ini sebagai ajang bersembunyi di balik industri ternak pacar yang ia jalankan. Tapi tak mengapa, kalau tak bersikap kontradiksi, ya nggakkekinian dong?

Lho bukankah sekarang sednag jamannya kontradiksi? Misalnya, dulu orang gemar melaknat Jose Mourinho yang mementingkan hasil ketimbang proses. Saat itu, Mourinho sedang mendapatkan banyak hasil manis yang membikin pembencinya iri dan dengki. Iri dan dengki kemudian melahirkan sikap marah. Padahal mata yang marah hanya akan memandang segala yang nista. Seperti Arsene Wenger dalam mengungkapkan pendapatnya terhadap Jose Mourinho. Dengan hasil manis, namun proses yang dianggapnggak banget itu, Mourinho dinista lantaran mengabaikan proses.

Namun, kini, ketika Mourinho berupaya memerhatikan proses yang iya bingitz, ia juga dinista lantaran tak bisa memberikan hasil yang bagus. Jelas saja ini sebuah kontradiksi yang diakrobatkan kaum yang katanya intelektual itu. Namun Mourinho banyak diberi semangat oleh kaum pecintanya yang sudah rela terhadap dirinya. Mata yang rela memang tumpul dari segala cela. Seperti John Terry yang mati-matian membela Mourinho agar tak cerai dengan Roman Abramovich.

Wajar bukan kalau saya berupaya agar permusuhan kami ini tak berubah menjadi persahabatan cinta yang tulus. Lawan yang cerdas ini membahagiakan ketimbang kawan yang pekok.


B.Ah.Wg.190137.011115.15:42